Tambak
tradisional, aneka hasil dan pekerjaannya
Seiring dengan perkembangan jaman dan
kebutuhan manusia dalam mencari rizqi, sering pada saat ini para petani tambak menghilangkan
tradisi dan tata cara dalam mengolah dan membudidayakan tambak, dalam hal ini
adalah tradisi dan tata cara lama yang mengandung nilai-nilai filosofis dalam menjaga
dan membudidayakan alam, dengan alasan praktis dan waktu, pelan tetapi pasti
budaya agung menghargai alam sebagai tempat hidup kita mulai tergerus oleh
perkembangan jaman.
Dalam
postingan kali ini penulis ingin bernostalgia mengangkat tema tradisi pekerjaan
di tambak yang kini telah banyak ditinggalkan para petani tambak, khususnya
petani tambak di desa penulis Bulumanis lor Margoyoso Pati Jawa Tengah.
Penulis sendiri adalah salah satu generasi jadul yang pernah mengenyam tradisi
dan tata cara “tempo doeloe” dalam menjalankan pekerjaan sebagai
petani tambak yang kini sudah jarang dan mungkin sudah tidak ada lagi di
lakukan di banyak tempat.
Bagian-bagian tambak tradisional :
1.
Sungon / sungai :
Sungai atau dalam bahasa jawa dikenal
dengan istilah sungon, adalah sungai yang menghubungkan antara deretan tambak
dengan laut sebagai sumber air utama untuk mengisi tambak.
2.
Playangan :
Playangan adalah sebuah sungai kecil
yang menghubungkan antara tambak dengan sungai/sungon. Playangan ini biasanya
diujungnya terdapat saringan yang menempel pada ngaban induk.
3.
Saringan / loho :
Saringan atau loho ini adalah
saringan air yang terbuat dari bambu yang di jalin dengan tali. Saringan ini
fungsinya adalah menyaring air dari laut yang dimasukkan kedalam tambak (nyoroti),
air yang dimasukkan tambak ini biasanya membawa sampah (sarah) yang
kalau tidak disaring nantinya tambak akan kotor penuh dengan sampah ini.
Ngaban (foto by Mustain wahid)
4.
Ngaban :
Ngaban atau dalam bahasa Indonesia
terkenal dengan istilah pintu air. Ngaban ini ada dua macam, ngaban induk yang
berada diujung playangan dan ngaban kecil yang berada di dalam tambak yang
menghubungkan caren dan corot dengan carukan. Ngaban ini terdapat tutup air
yang terbuat dari papan kayu yang dibingkai dengan pegangan tangan untuk
membuka dan menutupnya.
Carukan (foto by Mustain Wahid)
5.
Carukan :
Carukan adalah sebuah kolam kecil
tepat berada di depan ngaban induk, carukan ini berbentuk tapal kuda dengan
diameter 4 meter. Carukan ini menjadi muara bagi caren dan corot, biasanya
caren ini juga memiliki tiga ngaban kecil. Kecuali sebagai muara caren dan
corot carukan biasanya difungsikan untuk menangkap ikan dengan alat yang
bernama “anco”.
Proses pembuatan bubu ( repro atap laut )
6.
Wuwu / Bubu :
Wuwu atau bubu adalah sebuah alat
saringan air yang berbentuk seperti rudal, berdiameter 50 cm. wuwu ini kecuali
sebagai saringan air tahap dua, tetapi ia lebih berfungsi sebagai pemecah air
yang masuk di carukan, sehingga air yang masuk ke carukan tidak lagi
menggelontor akan tetapi air sudah
berupa riak-riak kecil dengan suara gemericik, air asin yang baru serta
mengalir gemericik ini akan menarik ikan-ikan di tambak untuk menuju carukan,
didalam carukan ini ikan kemudian di jaring menggunakan anco dan seser.
Wuwu / Bubu ( foto repro)
7.
Corot :
Corot adalah sebuah sungai yang
berada di tengah-tengah tambak, corot ini berfungsi sebagai jalan air bila
tambak sedang dikuras (dibedahi) atau sedang diisi air (Nyoroti),
juga berfungsi sebagai tempat mengambil rebon/jembret dan tempat sementara para
ikan kalau tambak sedang di bedahi.
Caren ( foto by Mustain Wahid )
8.
Caren :
Caren adalah sebuah sungai yang
mengelilingi tambak, tempatnya dipinggir yang berdampingan dengan tanggul
tambak. sedang fungsinya sama seperti fungsi corot.
Blabakan ( repro antara )
9.
Blabakan :
Blabakan merupakan dasar tambak
secara keseluruhan, blabakan ini biasanya berlumpur dan tempat tumbuh aneka vegetasi tambak,
seperti lumut dan ganggang. Blabakan ini
juga sebagai tempat ikan mencari makan. Maka tambak yang terbaik adalah tambak
yang blabakannya subur dan ditumbuhi vegetasi tambak. Untuk memiliki blabakan
yang subur biasanya blabakan diolah terlebih dahulu, baik dengan di cangkul
atau di brujul dan berakhir dengan di taburi pupuk kandang, blabakan ini juga perlu dikeringkan dengan
bantuan sinar matahari sampai satu bulan penuh.
Ipukan ( foto by Mustain Wahid)
10. Ipukan :
Ipukan adalah bagian tambak yang
dikhususkan untuk ngingu/ memelihara benih bandeng (nener/anak bandeng).ipukan
ini di beri tanggul yang tidak bisa dimasuki aneka ikan yang lain (dalam
bahasa petani tambak ikan selain bandeng dan udang windu ini terkenal dengan
sebutan regetan). Ipukan ini sebisa mungkin dipilihkan air yang berkualitas
baik dan tidak tercemar oleh polusi, mengingat fungsi utama ipukan ini adalah
untuk wadah membesarkan nener bandeng.
11. Srapatan :
Srapatan adalah sebuat tempat kecil di
tanggul tambak yang dipakai petani, biasanya di pojok sebelah ujung tambak yang
berfungsi untuk menjaring ikan dengan bantuan alat jaring yang bernama anco dan
seser, nyrapat ini biasanya dilakukan pada waktu malam setelah matahari
tenggelam dan diterangi lampu kecil yang bernama “ teng”.
12. Tanggul :
Tanggul atau beteng adalah sebuah
batas yang memisahkan antara tambak satu
dengan tambak yang lain, berupa tanah masif yang ditumbuhi aneka vegetasi
perairan pantai yang berupa rumput tambak, gilang dan intip-intipan. Gilang dan
intip-intipan ini biasanya dapat di sayur sebagai menu tambahan bagi wanita
yang sedang hamil.
Degan dan kopi sebagai klangenan (foto by Mustain Wahid)
13. Tempat Sesaji
:
Tempat sesaji ini biasanya terletak
dipinggir carukan bersebelahan dengan ngaban induk. Sesaji ini biasanya berupa
kembang bureh, dan makanan kesukaan tokoh pembuat tambak tersebut. Misalnya si
anu adalah tokoh pemilik dan pembuat tambak (biasanya sudah almarhum puluhan
tahun), sewaktu masih hidup kesukaannya rokok dan wedang kopi, maka dalam
sesaji disertakan rokok dan wedang kopi
sebagai klangenan ( sukaan). Kecuali kembang bureh dan klangenan
biasanya ditambah masakan bubur koleh, bubur koleh ini adalah sejenis bubur
yang dibuat menggunakan bahan dasar tepung beras, santan, gula merah dan daun
pandan sebagai pewangi alami. Bubur koleh ini dikandung maksud sebagai “tafaul”
atau dalam istilah jawa kirata basa
yang berarti koleh=mekoleh atau mendapat, mendapat yang berarti dalam proses bedahi menghasilkan banyak hasil
yang melimpah.
Gubug Tambak Rumbia ( foto by Mustain Wahid )
14. Gubug :
Gubug adalah sebuah rumah kecil
dibangun diatas tanah tanggul tambak, fungsi gubug ini adalah sebagai tempat
istirahat, tidur, bernaung dari sengatan matahari dan hujan, juga berfungsi
menyimpan aneka peralatan tambak. Gubug ini ada yang dibangun menggunakan atap
rumbia, genting, seng dan asbes. Dengan dinding terbuat dari gedeg dan plupoh
dari bambu (bambu yang dibelah-belah).
Beberapa pekerjaan petani tambak tradisional :
1.
Grejek
Grejek adalah pekerjaan membuang air
tambak sebagian, hanya sepertiga bagian air tambak dan biasanya pekerjaan ini
dilakukan petani tambak bila tambak penuh dengan air hujan (musim penghujan).
Untuk mengurangi limpasan air tambak ini, maka petani melakukan grejek . dalam
grejek ini biasanya ikan di dalam tambak ikut keluar bersama air tambak, untuk
menjaga agar ikan tidak ikut keluar, maka mulut keluaran air di beri saringan.
Grejek ini tidak melalui ngaban, melainkan membedah tanggul untuk jalan air
keluar. mengingat permukaan air di sungai masih sangat tinggi.
2.
Bedahi
Bedahi adalah membuka/mengganti air
tambak dan mengambil hasil tambak, bedahi ini memiliki rentang waktu yang
berbeda, bisa satu bulan sekali, dua bulan sekali tergantung kondisi air tambak
dan hasil yang terlihat di dalam tambak. Dalam bedahi ini didahului dengan
ritual memasang sesaji kembang bureh, klangenan dan bubur koleh sambil berdoa
kepada Allah SWT. agar dalam prosesi bedahi tidak terjadi aral dan diberi hasil
yang melimpah. Kemudian dilanjutkan mencabut wuwu/bubu yang masih terpasang
pada mulut ngaban serta mengeduk lumpur di playangan agar air yang keluar dari
tambak lancar, setelah pekerjaan ini selesai barulah tambak dibuka dengan
terlebih dahulu membuka tutup ngaban dan
memasang alat saringan ikan yang bernama “entek”.
Nyongklo ( repro Gresik )
3.
Nyongklo
Setelah air tambak terkuras dan air
tinggal tersisa di caren dan corot, pekerjaan selanjutnya adalah nyongklo,
nyongklo adalah pekerjaan mengambil rebon atau dalam istilah jawa terkenal
dengan sebutan “jembret”.
Rebon/Jembret
Rebon ini semacam zooplankton yang kalau
diperhatikan mirip dengan anak udang
seukuran jarum,yang hilir mudik di permukaan air tambak. Alat nyongklo
ini disebut “songklo” yang terdiri dari dua galah yang di tambati oleh
entek/kain kasa lembut sebagai tempat terkumpulnya rebon tersebut. Kedua galah
yang menyilang tersebut terkenal dengan istilah “jangon”. Songklo ini
dijalankan dengan didorong dari belakang. Dari hasil nyongklo yang berupa
jembret ini kemudian di cuci bersih dan digantang/digantung menggunakan kain
kasa,kemudian jembret yang digantang ini akan meneteskan cairan yang disebut “kundul”.
Kundul / Petis Terasi
Kundul ini kemudian ditampung dan direbus menjadi semacam petis terasi, petis
terasi ini rasanya sangat lezat sekali, penulis sendiri sangat menyukai kundul
ini, baik sebagai lauk pauk makan nasi atau dimakan dengan singkong rebus.
Menjemur Jembret ( repro antara )
4.
Mepe Jembret
Jembret yang telah tiris dari cairan
kundul ini kemudian dijemur/dipepe diatas anyaman daun kelapa yang dibingkai
dengan belahan bambu yang terkenal dengan istilah “widek”,
Widek
widek ini
bisa sampai puluhan dan di simpan di dalam gubuk.
Lesung / kentongan dan terasi tambak (repro Purwokerto antik)
5.
Deplok Terasi
Setelah jembret agak kering kemudian
proses selanjutnya adalah di tumbuk atau di deplok menggunakan alu dan lesung (kentongan),
jembret yang telah separo jadi terasi ini dikenal dengan nama “bobo”.
Bobo ini ke esokan harinya di jemur dan
di tumbuk lagi sehingga final menjadi terasi yang kita kenal sebagai penyedap
bumbu masakan kita. Terasi tambak ini rasanya lebih enak jika dibandingkan
dengan terasi dari hasil laut, terasi
hasil laut ini kurang laku dipasaran dikarenakan berbau arus. Terasi tambak
biasanya berwarna hitam kemerah-merahan, sedang terasi laut biasanya berwarna
hitam pucat.
Jaring anco ( foto repro )
6.
Nganco
Nganco adalah menjaring ikan regetan(ikan
yang bukan bandeng dan udang windu) di carukan, menggunakan jaring ikan
jenis anco dan seser sebagai seroknya. Nganco ini akan terlihat hasilnya bila
tambak sudah terkuras dan airnya hanya
di caren dan corot, kenapa demikian, karena ikan ini akan terkumpul di caren
dan corot.
7.
Gogo
Gogo adalah mengambil ikan dan udang
windu di air secara langsung tidak menggunakan
alat bantu jaring atau serok, petani menceburkan diri dalam tambak yang
masih penuh airnya. Petani hanya mengandalkan kepekaan telapak tangan untuk
menangkap langsung ikan dan udang windu, istilah jawanya adalah “gerayang-gerayang”.
Tidak sembarang orang mampu melaksanakan pekerjaan ini, biasanya dibutuhkan
orang-orang yang ahli dalam gogo ini. ikan-ikan dan udang yang telah tertangkap
tangan ini kemudian dikumpulkan dalam seser yang ditancapkan berdiri pada bibir
caren dan corot.
Ngkrikit (foto repro)
8.
Ngrikit
Ngrikit adalah pekerjaan mendorong
ikan dan udang yang telah terkepung dalam caren dan corot akibat dari
terkurasnya air tambak, ngrikit ini biasanya menggunakan pendorong atau “sembong”dari
tumpukan jerami yang direbahkan selebar caren dan corot. Ngrikit ini pekerjaan
yang cukup menguras tenaga, mengingat ngrikit ini adalah mendorong sembong yang
telah berlumpur, sehingga dalam mendorongnya cukup berat. Dalam ngrikit ini
dibutuhkan 4-5 pekerja, yang sesekali sambil memunguti ikan dan udang yang terkepung
didepan sembong.
Jrupoh ( repro iwan-hamzah )
9.
Jrupoh
Jrupoh adalah memunguti ikan dan
udang yang tertinggal di lahan tambak yang telah selesai diambil secara
keseluruhan (dikosongkan) oleh pemiliknya, jrupoh ini dalam petani sawah
terkenal dengan istilah “ngasak” dan jrupoh ini biasanya dilakukan orang
lain yang bukan pemilik tambak dan sifatnya ihlas sebagai bentuk shodaqoh bagi
sesama yang dluafa (orang miskin).
Loho sebgai alat nggaruk ( foto by Mustain Wahid )
10. Nggaruk
Nggaruk ini tujuan dan pelaksanaannya
hampir sama dengan ngrikit, perbedaannya bila ngrikit menggunakan sembong
sedangkan nggaruk menggunakan alat saringan air yang disebut “loho”.
Njaring ( foto repro )
11. Njaring
Njaring ini biasanya dilakukan petani
tambak dalam mengambil ikan bandeng, dan umumnya njaring ini dilakukan di
tambak yang kondisi airnya masih penuh, jaring ini biasanya yang tertangkap
adalah ikan bandeng saja, sedangkan komoditi yang lainnya semisal udang windu
tetap lolos dari perangkap jaring ini.
Njaring Mopok ( repro mbahlati )
pekerjaan melibatkan banyak orang
mengingat dalam menebar jaring dan menariknya dibutuhkan orang banyak, Jaring
yang digunakan boleh jadi sepanjang sisi tambak.
Nduduk Tambak ( repro andrisoft )
12. Nduduk
Nduduk atau mengeduk lumpur ini
biasanya dilakukan petani bila caren, corot dan sungon mengalami dangkal akibat
timbunan lumpur, alat yang dipakai pekerjaan ini bernama “klentho atau
kancur” semacam sekop lumpur yang terbuat dari kayu nangka utuh yang di
tatah menyerupai sebuah perahu yang terpotong. Klentho atau Kancur ini diberi
pegangan untuk tangan kanan dan tangan kiri, pekerjaan nduduk ini membutuhkan
stamina yang cukup prima untuk melontar lumpur ke atas tanggul tambak.
Pekerjaan nduduk ini bisa dilakukan sendiri maupun bersama-sama.
13. Nyoroti
Nyoroti adalah memasukkan air laut
kedalam tambak sehabis di bedahi, sebelum pekerjaan nyoroti ini dilakukan,
biasanya petani memasang wuwu/bubu terlebih dahulu ke dalam mulut ngaban induk
sebagai saringan dan memecah air yang masuk dalam carukan. Nyoroti ini biasanya
di lakukan pada tanggal muda mengikuti hukum alam dalam grafitasi bulan dan
bumi, pengaruh grafitasi bulan dan bumi ini berdampak pada naiknya permukaan
air laut di sebagian pantai. nyoroti ini memanfaatkan air pasang yang mengalir
di sepanjang sungon, sehingga nyoroti ini hanya bisa di lakukan bila ada air
laut yang pasang. Dari nyoroti ini petani diuntungkan dengan masuknya telor dan
larva ikan-ikan yang hidup di laut, sehingga telor dan aneka larva ini setelah
masuk ke tambak akan mengalami pembesaran dan tumbuh menjadi ikan dan rebon
yang pada nantinya akan di panen petani tambak dalam pekerjaan bedahi.
Seser / Serok (Repro ywahadiat)
14. Nyrapat
Setelah nyoroti selesai dan air
laut masuk kedalam tambak, dalam rentang
satu bulan biasanya tambak akan ada tanda-tanda membesarnya aneka ikan yang
terbawa bersama air laut, kesempatan ini biasanya di manfaatkan petani tambak
untuk nyrapat. Nyrapat adalah menjaring ikan regetan di tempat srapatan dengan
bantuan alat jaring yang bernama anco dan seser (serok ikan). Pekerjaan ini
sering dilakukan pada malam hari dengan diterangi lampu tambak yang bernama “teng”,
dari sinar lampu teng yang terangnya sama dengan nyala lilin ini, ikan-ikan
akan mendatangi tempat srapatan, mengingat hampir sebagian besar ikan menerima
rangsang sinar pada waktu malam hari, sehingga ikan ini amat mudah terjaring.
15. Ngipuk
Ngipuk adalah pekerjaan menebar
nener/ anak bandeng ke dalam ipukan, dahulu kala penulis masih kecil ngipuk ini
didahului membersihkan ipukan dari aneka jenis ikan regetan, karena kalau
ipukan dihuni banyak ikan regetan nantinya akan memakan nener bandeng. setelah
itu ipukan diisi air yang bersih dengan kadar garam yang cukup ideal bagi nener
bandeng. Setelah nener bandeng ditebar di ipukan, biasanya petani memasang
tempat perlindungan dari sengatan matahari yang disebut dengan istilah jawa “ aupan
“, aupan inilah yang dipakai nener bandeng berlindung dan sebagai tempat
menabur makanan nener bandeng yang berupa tepung beras ketan.
Prosesi ngipuk ini memiliki tradisi unik
yang sekarang sudah tidak bisa dijumpai lagi.
Pertama-tama nener bandeng dibawa
pengepul ke pembeli menggunakan wadah terbuat dari tanah yang di
bakar/tembikar menyerupai gentong air
sekarang ini, wadah ini bernama “klempo”. Klempo ini kemudian dikasih
air yang ditaburi garam, sehingga air ini memiliki rasa asin seperti asinnya
air laut. Proses selanjutnya nener bandeng dihitung menggunakan gayung yang
terbuat dari koek ( semacam kerang laut yang lebar). Dalam menghitung
nener bandeng ini, pengepul memakan waktu yang cukup lama sekitar tiga jam-an,
mengingat pembeli biasanya membeli nener bandeng jumlahnya ribuan, maka untuk
mengakali agar tidak bosan dalam menghitungnya, pengepul dan membeli sama-sama
menghitung nener sambil bernyanyi “ siji-siji loro-loro telu-telu papat-papat
limo-limo “ sampai hitungan sepuluh, maka penghitung menjatuhkan satu kerikil
atau mematahkan lidi sebagai hitungan sepuluh. Bisa dibayangkan kalau
membelinya itu berjumlah ribuan, maka sangat menjemukan sekali. Kalau yang
menghitung itu berjumlah lima orang, maka suara yang ditimbulkan dalam
menghitung nener bandeng ini sangat berisik sekali.
Setelah proses penghitungan selesai,
maka nener bandeng dibawa ke tambak menggunakan wadah klempo yang di ikat tali
dengan pikulan/ambatan, dan diatas klempo ditutup dengan lemper(cobek dari tanah) yang
diberi kembang bureh dan nasi buceng yang di kasih nama “among”. Among
ini dikandung maksud agar nener bandeng ada yang momong atau merawat. Dalam membawa nener
bandeng ke tambak, dibutuhkan pemikul
yang jalannya halus dan tidak cepat/grusa-grusu, entah apa maksudnya tapi yang
jelas penulis pernah bertanya kepada orang tua penulis tentang pemikul yang
jalannya halus ini. nener adalah bayi dari ikan bandeng, maka cara membawa dan
merawatnyapun harus diperlakukan dengan
halus layaknya bayi manusia. Ada kepercayaan yang cukup dianut turun temurun,
Kalau membawanya dengan kasar dan tidak halus dikhawatirkan nener bandeng ini
akan kaget dan berdampak pada matinya atau gagalnya pekerjaan ngipuk ini. Orang
Jawa dahulu dalam mengolah alam masih menggunakan kaidah “ barang siapa menyayangi alam, maka alam
akan menyayanginya “, sehingga kearifan ini dahulu sangat dipertahankan
sebagai bentuk penghormatan terhadap alam, apalagi bandeng sebagai ikan
kesayangan bagi petani tambak tradisional, sudah sewajarnya bila nener bandeng
ini mendapat perlakuan khusus.
Kini
seiring perkembangan jaman, prosesi mengangkut nener bandeng sudah tidak
lagi menggunakan cara-cara lama, melaikan nener bandeng ditaruh dalam wadah
plastik yang diberi oksigen dan dibawa menggunakan sepeda motor yang jalannya
sangat cepat dan bergoyang-goyang. entoh demikian nener bandeng ternyata juga
tidak kaget atau mati.
16. Jogo Tambak
Jogo atau menunggu tambak ini
dilakukan bila bandeng dan udang windu dalam tambak sudah cukup besar, kalau
tidak di jaga dikhawatirkan bandeng dan udang windu ini akan diambil pencuri.
17. Ngrumat
Ngrumat atau merawat tambak ini
bertujuan agar tambak bisa aman dan layak bagi perkembangan ikan dan udang
didalam tambak, ngrumat ini biasanya bermacam-macam pekerjaan, diantaranya
adalah memberi makan ikan dan udang
windu, membuang rumput liar yang tumbuh ditanggul tambak, sebab kalau tidak
dibuang akan menjadi sarang ular yang dikawatirkan akan memangsa ikan di
tambak. Kecuali membuang rumput para petani tambak biasanya membuang atau
mengurangi perkembangan ganggang yang tumbuh lebat di blabakan tambak, sebab
kalau tidak dibuang dan di kurangi, bandeng , ikan dan udang windu akan susah
mencari makan akibat lebatnya pertumbuhan ganggang ini.
Macam macam hasil Tambak :
Komoditi Unggulan :
-
Bandeng
-
Udang Windu
-
Udang Panami
Komoditi non Unggulan (regetan) :
-
Terasi.
-
Berbagai jenis ikan semisal : Janjan, blodog, bloso,
laosan, seren, kakap, blanak, kiper, tonang, buntek/buntel, mujair, keting,
jambrong, sembilang, ilat/pipih,dan belut.
-
Bangsa kerapas semisal : kepiting, rajungan,
empet/ketam, wideng, dan mimi.
-
Bangsa udang semisal : udang klotok, udang Putihan/Panami
dan udang tombo ngompol/udang lipan,
Bandeng
Bandeng :
Bandeng merupakan salah satu
komoditas utama pada tambak tradisional, ikan yang satu ini sekarang menjadi
brand salah satu kota di kabupaten Pati, tepatnya kota Juwana. Bahkan sekarang
kota-kota besar di jawa seperti Semarang terkenal dengan bandeng prestonya, Gresik
di Jawa timur terkenal dengan tambak air tawarnya. Bandeng ini sampai sekarang
tetap menjadi andalan di tambak-tambak tradisioal dan semi tradisional.
Udang Windu
Udang Windu :
Udang windu
menempati urutan ke dua komoditas unggulan di tambak-tambak tradisonal, sedangkan
di tambak yang dikelola secara modern, windu merupakan komoditas yang paling
utama. Udang windu dahulu ditambak tradisional bukan di besarkan dari
pembesaran khusus, melainkan windu yang bibit telurnya dari laut terbawa air asin yang masuk di dalam tambak
dalam proses nyoroti. Kini kebanyakan tambak tradisional telah berubah menjadi tambak semi, maksudnya adalah tambak
yang didalamnya dibudidayakan bandeng
dengan windu.
Udang Panami / putihan
Udang Panami :
Udang panami
ini dahulu ketika penulis masih kecil terkenal dengan udang “putihan”.
Udang panami di ternak dan di tengkarkan
pada pembibitan khusus, kemudian dijual ke petani tambak berupa benur (anak
udang) untuk dibesarkan di tambak. Udang panami ini disebagian wilayah di
jawa menempati urutan ketiga komoditas unggulan.
Ikan Janjan
Janjan :
Ikan yang
satu ini menurut penulis adalah ikan yang paling enak rasanya, bentuknya bulat
berdiamater 2 cm panjang sekitar 20 cm, warna punggung hitam kepucatan dan
bagian bawah berwarna putih abu-abu. Ciri yang lain adalah tidak bersisik dan
berlendir, sehingga kalau dipegang sangat susah karena licin. Ikan ini menjadi
menu yang istimewa bila dibakar dengan arang kayu dan memakai bumbu pecel
sambal terasi, ketika di bakar ikan janjan ini mengeluarkan minyak yang baunya
sangat khas menggiurkan sekali, dan lebih greng lagi bila mencicipi perut dan
ususnya yang terasa amit-amit legitnya. Untuk membakar ikan janjan
biasanya di tusuk terlebih dahulu
menggunakan lidi dari mulut sampai ekor, sehingga ikan janjan setelah matang bentuknya lurus dan tidak
bengkok.
Ikan Blodog
Blodog :
Blodog atau
glodok termasuk salah satu ikan aneh yang pernah penulis jumpai kala itu,
mengapa demikian, karena ikan blodog ini mampu berjalan diatas lumpur
menggunakan kedua siripnya, kecuali itu ikan blodog juga mampu meloncat tinggi
bak terbang di angkasa. Mempunyai ciri-ciri mata yang nongol keluar, badan
berwarna abu-abu bertotol-totol hitam bercak putih bersirip punggung lebar, dan
lebih suka diatas lumpur dari pada di dalam air. Ikan blodog ini rasanya kurang
enak, dagingnya kurang gurih.
Ikan Bloso
Bloso :
Ikan bloso
sekilas hampir sama dengan blodog, cuma yang membedakan warna bloso ini lebih
bening dan agak kecoklatan kemerah-merahan. Bloso ini lebih suka di dalam air
daripada di atas lumpur, rasa ikan bloso juga kurang gurih namun memiliki
ukuran telur yang besar. Ikan bloso ini dalam mencari makan sangat rakus
sekali, terutama jenis udang. Maka sangat beralasan bila petani tambak sering
menangkap bloso ini meski ukurannya belum besar, mengingat nantinya akan memangsa
udang windu yang belum besar, atau boleh dikata ikan bloso ini termasuk ikan
hama.
Ikan Laosan
Laosan :
Laosan termasuk
jenis ikan hama yang rakus memakan jembret/rebon terasi dan udang kecil, laosan
ini kalau tidak segera di ambil keberadaannya mengancam windu yang masih kecil.
Laosan mempunyai badan yang panjang putih keperak-perakan, dengan sirip
menantang berwarna kuning dipinggirnya. Laosan ini dahulu dapat dijadikan lauk
bagi anak-anak yang mengalami masa penyembuhan sunatannya ( tarak ),
karena rasa dagingnya yang anyep dan tidak gurih.
Seren :
Ikan ini
postur tubuhnya mungil hanya seukuran
dewasa 4-5 cm dengan diameter 1 cm. Ikan seren biasanya menyangkut
jaring jenis anco, sehingga petani tambak sering menyabutnya dari jaring anco.
Seren ini oleh petani tambak sering dibuat ikan kering (gerih).
Kebiasaan seren ini hidup bergerombol kesana kemari didalam tambak, seren
menjadi santapan bagi ikan kakap.
Ikan Kakap
Kakap :
Kakap yang
hidup ditambak biasanya kakap jenis putih dan bukan kakap yang berjenis merah,
kakap termasuk ikan hama yang harus secepatnya ditangkap, karena rakusnya
memakan windu kecil dan ikan kecil lainnya. Kakap ini sering dimasak goreng
bumbu acar, karena rasa dagingnya yang tebal dan cukup gurih. Saat ini kakap
menjadi menu andalan di restauran-rentauran mahal dengan aneka masakan dan
bumbu yang berfariasi.
Ikan Blanak
Blanak :
Blanak
termasuk salah satu ikan yang sengaja dibiarkan hidup di tambak, karena ikan
blanak tidak memakan ikan-ikan yang lain, melainkan blanak hanya memakan lumut,
ganggang, dan klekap. Klekap adalah semacam lumut yang terapung di permukaan
air tambak.
Ikan Kiper
Kiper :
Kiper masuk
dalam kategori ikan bukan hama, sehingga kiper ini dipertahankan di dalam
tambak. Kiper mempunyai badan tipis dan sisinya bulat, berwarna abu-abu
mengkilat kehijauan dengan totol hitam menyerupai belang macan tutul, sirip
punggung ikan kiper kuat dan runcing, sisik ikan kiper ini sangat kecil dan lembut,
sehingga kalau dipegang terasa kasar seperti amplas. Kiper termasuk jenis ikan
yang legitnya amit-amit, terutama di bagian perut dan ususnya, menu yang cocok
ikan kiper ini diolah kuah bumbu asem dengan
pengharum daun singkil, sehingga terkenal dengan “sup singkil ikan
kiper “.
Ikan Tonang
Tonang :
Sekilas bagi
orang yang tidak tahu, tonang ini dianggap ular laut. Sebab bentuk fisik tonang
ini memang seperti ular, namun bila diperhatikan lebih seksama tonang berbeda
dengan ular, tonang bersirip depan dan beringsang, sementara ular tak bersirip
dan beringsang. Tonang ini memiliki panjang yang umum sekitar 30 – 40 cm dengan
diameter sekitar 3 cm. Tonang memiliki
sisik halus seperti ikan kiper dan berkulit ulet seperti kulit ular. Untuk
memasaknya perlu diolah terlebih dahulu dengan mengulitinya, setelah itu tonang
dibelah bagian perutnya dan di pipihkan dengan di pukul-pukul memakai kayu. dikandung maksud agar duri ikan tonang remuk.
Ikan Buntek
Buntek / Buntel :
Ikan yang
satu ini di kenal beracun, racun ikan buntel ada di ujung sirip yang runcing .namun dibalik semua itu
ikan buntel menyimpan keindahan bila ikan buntel menggembungkan badannya
sebagai reaksi panik dan menakuti lawan-lawannya. Ikan ini mempunyai kemampuan
khusus memompa udara dari mulut masuk dalam tubuhnya, sehingga ikan buntel
menggembung bulat seperti bola kasti terapung diatas permukaan air tambak. Ikan
buntel berkulit sangat ulet dan lentur seperti karet tipis. Sekilas ikan buntel
kalau dipegang badannya sangat kasar seperti amplas, ciri warna ikan ini adalah
hitam abu-abu dengan lurik coklat tua menyerupai lurik kuda zebra, ikan ini
dahulu ketika penulis masih jadi petani tambak sering membuangnya dan tidak
dijadikan lauk pauk, takut kalau dimakan akan meracuni tubuh, tapi sebenarnya
ikan ini bisa dimakan, yang beracun bukan dagingnya namun ujung siripnya.
Ikan Mujahir
Mujahir :
Ikan mujahir
ini cukup populer di kalangan petani, mengingat ikan mujahir ini bisa hidup di
dua perairan asin dan tawar, sehingga keberadaannya mudah diternak di kolam
atau di tambak. Mujahir ini berkerabatan dengan ikan gurami, Cuma gurami hanya
bisa diternak di air tawar saja. Perkembangan mujahir terhitung sangat cepat,
terbukti bila di tambak ada 3-4 mujahir, sudah pasti sebentar lagi akan ada
anak-anak mujahir yang banyak sekali.
Ikan Keting / Lundu
Keting / Lundu:
Keting ini
mirip saudaranya yang hidup dilaut yaitu Dokang atau Manyung, Cuma bedanya
keting tidak bisa tumbuh besar seperti dua saudaranya, keting hanya bisa tumbuh
di tambak berkisar 4 cm dan panjang 20 cm. Keting termasuk jenis ikan non sisik
seperti lele,dokang, patin, belut, janjan dan blodog, keting termasuk ikan yang
kurang disuka para petani tambak mengingat keting memiliki senjata tumbak runcing
yang terkenal dengan sebutan “patil”, maka ikan keting keberadaannya di
tambak harus segera di hilangkan, ikan keting yang mati tertinggal di areal
tambakpun masih berbahaya bagi tubuh manusia, karena patil yang tertinggal di
tanah tambak sewaktu-waktu bisa terinjak kaki para petani. Ciri keting ini sama
seperti kerabat dekatnya, lele, patin dan dokang yang sama-sama berkumis,kumis
ini berguna membantu pengindraan, mengingat mata keting kurang peka terhadap
rangsang pengindraan. Keting ini setelah dewasa bernama “Lundu”
Ikan Jambrong
Jambrong :
Jambrong
atau jambrung berpenampilan garang dengan sirip runcing dan seluruh tubuhnya
bersisik lembut serta dengan ciri berdoreng hitam dan putih. Jambrong ini
berkerabat dengan ikan kuniran, Cuma bedanya ikan kuniran berwarna merah
jingga. Jambrong ini bermata lebar dan
bulat dengan gerakan cepat dan gesit. Jambrong ini dimata petani tambak sebagai
ikan hama yang menghabiskan jembret/rebon dan udang di dalam tambak.
Ikan Sembilang
Sembilang :
Sekilas
sembilang ini mirip persis dengan ikan lele, dari segi rupa kulit berwarna
coklat kemerahan. Yang membedakan antara lele dan sembilang adalah ekornya,
lele mempunyai sirip perut dan punggung
yang terputus dengan ekor, sedangkan sembilang mempunyai sirip punggung
dan perut yang menerus ke belakang sampai menyambung dengan ekor. Sembilang
termasuk ikan yang paling ditakuti petani tambak, mengingat patilnya sangat
beracun dan mematikan, sudah barang tentu sekali terpatil tak jarang para
petani sampai menangis-nangis gara-gara tak kuasa menahan rasa sakitnya yang
luar biasa, bahkan bisa berujung dengan kematian. Itulah sebabnya ikan ini tak
ada yang berani memegangnya sewaktu masih hidup, menangkapnyapun harus
menggunakan alat dan sebisa mungkin menghindari kontak langsung.
Ikan Ilat
Ilat/Pipih :
Ikan yang
satu ini memiliki julukan ilat(lidah) mengingat bentuknya yang tipis, coklat
seperti lidah. Saking tipisnya ikan ini tubuhnya mempunyai ketebalan kurang
dari 1 sampai 1 cm. Ikan ini mempunyai dua sisi, sisi atas dan bawah. Sisi atas
terdapat dua mata dan sirip tengah dan warnanya agak gelap. Sedang bagian
bawah digunakan sebagai alas ketika ikan
ini berada di dasar tambak dan berwarna agak kepucatan.
Belut
Belut :
Belut tambak
dan belut sawah hampir tidak ada bedanya, cuma mereka ada yang hidup di tambak
yang notabene hidup di air asin sedangkan belut sawah adalah belut yang hidup
di sawah yang berair tawar. Belut ini termasuk salah satu jenis ikan yang
paling penulis senangi, mengingat kandungan gizinya yang luar biasa, bahkan
konon ikan belut ini mampu menyembuhkan sakit asma. Cara mengolah belut hampir
sama dengan mengolah ikan tonang, cuma bedanya belut tidak usah mengulitinya
seperti ikan tonang. Belut yang dimasak
dengan proses pengasapan dan dibumbu
mangut gurihnya amit-amit !.
Kepiting
Kepiting :
Di Demak Jawa
tengah banyak tambak-tambak tradisional kini berubah menjadi tambak-tambak yang
di peruntukkan khusus penggemukan hewan yang satu ini, proses awal adalah
dengan memutus supit dan kaki jalan, sedangkan kaki dayung dibiarkan masih
menempel tubuh kepiting ( proses ini terkenal cutting ). Kemudian
kepiting-kepiting yang telah di cutting kaki dan supitnya ini di masukkan ke
keramba didalam tambak, oleh proses alamiah kepiting-kepiting ini mengalami
ganti cangkang ”mlungsungi” atau dalam bahasa lain disebut “moulting”.
Dalam masa moulting ini seluruh cangkang kepiting akan berubah menjadi lunak,
oleh petani kepiting ini disebut istilah kepiting lemburi/ngglemburi.
Kepiting dewasa ini menjadi komoditas ekspor diberbagai negara konsumen,
seperti jepang dan eropa. Khusus di desa penulis kepiting tambak dahulu
diperoleh bukan melalui pembesaran terlebih dahulu, melainkan asalnya telur
kepiting yang ikut hanyut air pasang laut yang masuk ke dalam tambak, sehingga
bila petani kepingin menangkapnya biasanya menggunakan pancing. Pancing
kepiting ini tidak menggunakan kail pancing seperti pada pancing ikan,
melainkan menggunakan potongan tubuh belut sekitar panjang 3 cm, kemudian
potongan belut di ikat menggunakan tali
dari senar yang ditambatkan pada tongkat kayu yang ditancapkan di tanggul
tambak, potongan belut tadi kemudian di lempar di caren sebagai umpan. Tidak
beberapa lama biasanya kepiting ini akan menyeret potongan belut untuk
disantap. Potongan belut yang diseret kepiting ini akan mengakibatkan tali
senar menjadi tegang, sehingga menjadi pertanda kalau umpannya dimakan
kepiting. Petani kemudian menarik tali senar secara pelan-pelan dan setelah
kepiting terlihat barulah kepiting diserok memakai seser. Watak kepiting yang
tidak mau melepas umpan inilah yang mengakibatkan kepiting mudah untuk di serok.
Kepiting tambak ini sering mencederai petani tambak yang melakukan kerja
nyongklo, biasanya kepiting tambak ini menyupit tangan dan kaki, setelah itu
kepiting akan memutus supit yang telah menjepit, dan tubuh kepiting melarikan
diri, dalam IPA terkenal dengan istilah “autotomi”. sehingga untuk
melepasnya dari tubuh petani biasanya dengan jalan di gigit menggunakan gigi.
Setelah supit kepiting pecah karena gigitan petani, biasanya supit mudah
dilepas. Peristiwa disupit kepiting ini penulis pernah alami berkali-kali
sewaktu penulis membantu pekerjaan orang tua di tambak, sehingga peristiwa
digigit kepiting ini memiliki kesan tersendiri bagi penulis kecil.
Rajungan
Rajungan :
Rajungan di tambak proses masuknya
sama seperti kepiting, yaitu melaui telur yang terbawa air asin ke dalam tambak,
menetas dan besar ditambak. Rajungan ini postur tubuhnya lebih ramping dan agak
kecil dibandingkan dengan ukuran kepiting, rajungan memiliki ciri warna yang
agak ramai bila dibandingkan dengan kepiting, rajungan memiliki warna dasar
abu-abu dengan totol-totol putih membentuk pola tertentu, biasanya diselingi
warna biru dan kemerah-merahan, sedangkan kepiting hampir didominasi warna
hijau dengan sedikit kuning jingga di tepi supitnya.
Empet
Empet / Ketam :
Empet/ketam
adalah termasuk keluarga kepiting, namun ukuran dewasa hanya sekitar 3-4 cm,
ciri warna empet umunya berwarna coklat tua. Empet biasanya hidup di permukaan
air tambak, berbeda denga dua saudaranya kepiting dan rajungan yang lebih
banyak didalam air dan lumpur. Empet ditangkap dengan cara di serok atau di
pancing memakai potongan ketela pohon yang diikat dengan tali dan di sentuhkan
dengan badan empet, setelah empet mencengkeram barulah tali pancing diangkat.
Empet sering diolah petani dengan bumbu “docang”. Docang ini adalah menu
terbuat dari sambal terasi yang diberi parutan kelapa, setelah itu empet di
bakar atau direbus dan di ulek kasar pada sambel dan parutan kelapa tadi.
Docang empet ini lezatnya luar biasa, ini tak lain karena empet memiliki lemi (lemak
alami yang berwarna kuning terdapat pada sisi dalam tempurung empet).
Wideng
Wideng :
Wideng
ukurannya lebih besar dari pada ukuran empet, lagi pula wideng lebih tebal
tubuhnya, sedangkan empet tubuhnya agak gepeng. Wideng ini warnanya hijau agak
kehitaman, kebiasaan hidup wideng lebih
banyak dihabiskan di daratan/tanggul tambak dan pantai, sesekali berlindung di
lobang sebagai rumahnya. Wideng termasuk binatang nokturnal (aktif dimalam
hari). Wideng jarang dimakan orang, mengingat daging wideng sering
menimbulkan pusing kepala ( mendem/jawa ). Wideng terkenal dengan
larinya yang super cepat, maka tidak mudah menangkap binatang yang satu ini.
Mimi
Mimi :
Mimi atau
kepiting ladam sebenarnya bukan berasal dari hasil tambak, melainkan mimi
sebanarnya adalah berasal dari laut yang ikut terseret air pasang dan
terdampar/ nyangkut disaringan air ngaban. Sehingga petani sering menemukan kepiting
jenis ini berpasangan dengan jenis kelamin jantan dan betina, kepiting mimi ini
biasanya selalu berpasangan, sehingga kalau ada pengantin baru di desa penulis
biasanya di doakan agar rukun seperti mimi dan mintuno, maksudnya mimi
berkelamin jantan dan mintuno berkelamin
betina. Kepiting mimi ini termasuk kategori kepiting dengan ukuran yang
besar, bisa mencapai diamater 25 cm dengan ketebalan 5 cm. Berwarna coklat dan
berbuntut tumbak yang lancip. Daging mimi kurang lezat menurut lidah penulis,
akan tetapi mimi memiliki telur yang bergerombol seperi buah buni, dan telur
inilah sebenarnya yang dicari para petani untuk dioleh menjadi masakan pepes
telur mimi.
Udang Klotok
Udang Klotok :
Udang Klotok
adalah hasil tambak tradisional menempati urutan ke tiga setelah bandeng dan
windu, udang klotok pertumbuhannya sangat cepat. Udang klotok ini di ambil dari
tambak pada waktu nyrapat, nyoroti dan nyongklo yang terjaring bersamaan dengan
jembret/rebon. Udang klotok sangat mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional,
karena udang klotok kebanyakan di jual untuk keperluan konsomsi, dan bukan
komoditas eksport. udang ini di olah menjadi aneka masakan, misalnya peyek
udang, botok udang, pecel udang, pepes udang, masin udang dll.
Udang Putihan / Panami :
Udang Panami
atau dahulu disebut udang putihan, karena warnanya memang putih, dengan ujung
ekor dan ujung kaki berwarna merah. Udang ini sejak dahulu memang untuk
eksport, sehingga sangat sukar di cari di pasar-pasar tradisional, dan jumlah
populasinya di dalam satu tambak sangat terbatas tidak seperti udang klotok
yang memang populasinya sangat melimpah. Udang panami ini dagingnya enak dan
empuk berbeda dengan udang klotok yang dagingnya agak keras.
Udang Lipan
Udang Lipan :
Udang lipan
atau di Jawa terkenal dengan sebutan udang tombo ngompol, ini di percaya
mempunyai khasiat menyembuhkan kelainan pada anak yang pada malam hari suka
ngompol, entah benar atau salah kepercayaan ini sampai sekarang masih dipegang
sebagian besar masyarakat terutama di jawa. Udang ngompol sebenarnya bukan species tambak, melainkan
species udang yang hidup di laut yang berpasir dan berair bening. Udang lipan
sekilas seperti udang lopster, namun kepala dan ekornya serupa, sehingga orang
yang tidak terbiasa melihat udang lipan susah menbedakan antara kepala dan
ekor. Udang lipan biasanya dalam satu tambak tidak banyak paling-paling sekitar
lima sampai sepuluhan.
enak ini..
BalasHapusPemain Bola Cantik | Pemain Bola Lari Cepat | Pemain Liga Inggris | Pemain Liga Spanyol | Pemain Dunia Terbaik | Pemain Bertubuh Tinggi | Pemain Bola Tampan | Pemain Bola Paling Kaya | Pemain Bola Islam | Legenda Sepakbola
bermanfaat infonya..sepertiny apenulisnya ini orang asli pantai utara hingga tau dan hafal jenis2 spesies yg ada di pesisir pinggiran. kurang satu lagi yang belum dibahas...ikan kocol ikan tetet, ikan terak (biasanya masuk ke muara2 sungai di pantura).
BalasHapusasik seklai bacanya. mohon di bahas juga tentang remis yang ada di pinggir/tepia air kalaui kecil dulu suka nyari dan dimakan. salam kenal.kunjungi juga blog saya www.happysurfjogja.blogspot.com
BalasHapuslanjutkan terus blognya
BalasHapus