Gerobak
Sapi sarana transportasi jadul
Gerobak sapi atau didaerah lain di
sebut cikar sapi merupakan salah satu moda transportasi jadul ( jaman dulu )
yang tak lekang dimakan zaman. Sewaktu penulis masih anak-anak gerobak sapi ini
menjadi andalah dalam transportasi pengangkutan barang-barang dan material
bangunan. Bahkan di jaman yang serba mesin ini gerobak sapi di wilayah-wilayah
terpencil masih menjadi andalan dalam pengangkutan barang.
Rangka bak gerobak sapi ini
kebanyakan terbuat dari kayu yang berpenutup papan kayu, bak gerobak sapi ini
dihubungkan dengan sasis terbuat dari kayu juga yang disambung dengan pedati
sebagai tempat tarikan sapi. Pedati sapi ini ada yang tunggal dan ada yang
ganda, pedati tunggal ditarik seekor sapi, sedangkan pedati ganda ditarik dua
ekor sapi. Kemudian ditengah sasis ini dipasang as roda yang terbuat dari besi sebagai tempat menaut
roda gerobak. Roda gerobak ini biasanya terbuat dari kayu yang dibantali karet
sebagai peredam getar dengan ditengah-tengahnya dipasang jeruji dari kayu juga,
dan ada roda yang terbuat dari ban bekas kendaraan modern semisal truk dan
mobil saat ini. gerobak sapi ini ada yang didesain menggunakan atap dan ada
yang tidak menggunakan atap.
Gerobak sapi pedati ganda yang ditarik dua ekor sapi ( foto repro wordpress)
Atap gerobak sapi ini biasanya terbuat dari
jalinan bambu yang dirajut dengan tali yang terbuat dari sabut/suwo pohon aren,
sebangsa pohon sagu. Suwo aren ini dijalin menjadi tali yang bernama “ Duk
“ berwarna hitam. Dari jalinan bambu
yang dirajut tali duk inilah yang disebut dengan “ empyak”,
empyak ini sebagai tempat untuk menautkan atap rumbia yang dipakai untuk
mengatapi gerobak sapi.
Gerobak sapi ini adalah kendaraan
yang tak mengenal grusa-grusu, artinya kecepatan lajunya hanya seirama dengan
laju jalan sapinya, dapat dimaklumi sapi adalah hewan yang jarang berlari, beda
dengan sapi yang dipakai untuk karapan sapi di Madura Jawa Timur, karena sapi
karapan sejak usia muda memang dilatih dan diciptakan untuk berlari kencang. Sehingga
gerobak sapi ini bila melaju dijalan raya biasanya menjadi biang macet,
masalahnya kendaraan dibelakangnya ikut pelan sesuai dengan jalannya sapi, dan
tentunya dibelakang gerobak sapi kendaraan bisa macet mengular ke belakang.
Gerobak sapi ini menjadi satu-satunya
kendaraan yang paling berkesan bagi penulis kecil. Betapa tidak hampir setiap
hari gerobak sapi ini melintas di jalan depan rumah penulis kala itu. Entah itu
mengangkut pasir, batu kali, bata merah, kayu, atau hasil penen padi. boleh
dikata gerobak sapi menjadi andalan angkutan barang sebelum adanya mobil pickup,
truk dan angkutan bermesin yang lain. Gerobak sapi ini memiliki suara yang khas
yang masih terngiang-ngiang di telinga penulis, dengan suara “ glodak-glodak
“ nya. Mengingat jalan kala itu masih berbatu dan belum beraspal seperti
sekarang ini. suara glodak-glodak nya itu seakan seperti undangan kepada anak-anak
kecil seusia penulis kala itu untuk turut ikut menumpang, menumpang gerobak
sapi bila keadaannya kosong, tapi bila gerobaknya penuh muatan biasanya
terkenal dengan “ nggandul “. Nggandul ini berisiko terjatuh, mengingat
anak-anak kala itu bergelantungan di rantai besi yang tertambat dibelakang bak
gerobak sapi. Nggandul ini merupakan hobi penulis kecil, meski kadang pulangnya
jalan kaki juga, tapi puas rasanya bila nggandul gerobak sapi ini bisa jauh.
Gerobak sapi ini dulu sangat populer
di era tahun 70 an sampai pertengahan tahun 80 an. Setelah adanya colt pickup dan
truk, peran gerobak sapi ini pelan dan pasti mulai tergeser dengan moda
transportasi modern. Nggandul gerobak sapi ini tak berarti tak berisiko,
kecuali berisiko jatuh kadang berisiko dimarahi sang kusir pemilik gerobak sapi
ini.
Gerobak sapi pedati tunggal (foto repro antara)
Kini di jalanan raya yang mulus telah
jarang dijumpai gerobak sapi yang melintas, karena gerobak sapi ini telah kalah
segala-galanya dengan moda transportasi modern, kalah dengan kecepatan, kalah
dalam waktu hantar, kalah dalam bermanufer dan kalah yang lainnya. Karena semakin
langka itulah bila penulis bepergian tiba-tiba ada gerobak sapi yang melintas,
seakan keberadaannya membawa lamunan penulis akan nostalgia masa anak-anak
penulis dulu. Tidak heran banyak kalangan seniman lukis mengabadikan gerobak
sapi ini dalam tema lukisannya, bahkan ada orang kaya yang rela merogoh puluhan
juta demi memiliki gerobah sapi yang telah aus untuk dijadikan pajangan dalam
taman rumahnya. Di Jogjakarta juga ada seniman nyentrik Afandi ( Alm)
menjadikan galerinya didesain seperti gerobak sapi, karena gerobak sapi ini menurut
penulis merupakan warisan budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan bagi
anak-anak cucu yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar