Rabu, 31 Desember 2014

Sedekah Bumi



Sedekah Bumi tradisi mendoakan arwah leluhur secara massal
            Sedekah bumi yang kita kenal pada umumnya hampir sama dengan sedekah-sedekah yang lain, seperti sedekah laut, sedekah danau, sedekah kawah gunung dan lain sebagainya. Bisa dimaklumi sedekah-sedekah yang kita kenal ini seperti halnya ritual-ritual zaman dahulu yang selalu terkait erat dengan siklus hidup dan keseharian yang mereka jalani seperti kelahiran, perkawinan, kematian dan mata pencaharian.
            Kita mengenal upacara nyadran dan larung sesaji di laut bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan, kita mengenal upacara sedekah bumi bagi yang bermata pencaharian tani atau berkebun atau boleh dikata yang ada hubungannya dengan bumi ( tanah ), kita mengenal sedakah kawah gunung bagi mereka yang berdekatan dengan gunung berapi dan lain sebagainya.
Asal-usul sedakah bumi :
            Upacara adat sedekah bumi ini berkaitan erat dengan kepercayaan orang-orang zaman dahulu jauh sebelum pengaruh Hindu dan Budha masuk di Nusantara, kita mengenal kebudayaan dan kepercayaan Kapitayan yang sebagian besar dianut oleh penduduk Nusantara lebih-lebih di tanah Jawa. Mereka percaya bahwa pada tiap-tiap segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup manusia dikuasahi dan di jaga oleh dewa-dewa (zat yang mbahurekso). Dengan keyakinan atas adanya dewa dan zat yang mbahurekso tersebut ditunjukkan dengan adanya penyiapan sesaji di tempat-tempat yang mereka percayai. Dengan begitu mereka berharap terhindar dari malapetaka alam yang murka dan kemudian mencapai hasil-hasil usahanya.
            Kemudian pengaruh Islam masuk ke Nusantara sekitar abad ke 13 dan Islam masuk ke tanah Jawa sekitar seperempat akhir abad ke 15, oleh Wali Songo tradisi atau ritual menyembah dewa-dewa ini tidak serta merta dihapus  dari tengah-tengah masyarakat Jawa. Dan malahan Wali Songo memanfaatkan kearifan lokal ini sebagai media dakwah untuk menyampaikan Islam yang efektif.
            Pendekatan budaya seperti inilah pada kenyataannya membuat Islam lebih mudah diterima di kalangan masyarakat jawa. Karena menyembah selain Allah SWT. merupakan hal yang diharamkan oleh agama Islam, maka sesembahan kepada dewa-dewa pada masa pra Islam tidak dibuang sama sekali, tetapi diubah subtansinya. Dari upacara dan ritual menaruh sesaji di tempat-tempat yang dipercaya di tunggui para dewa dirubah menjadi upacara dalam bentuk dan format  baru yang kita kenal dengan sedekah bumi.
            Sedekah Bumi pada masa wali songo diselenggarakan di tempat-tempat pusat dakwah Islam, seperti keraton, masjid dan alun-alun. Sedekah bumi yang asalnya ritual menyembah para dewa-dewa dirubah oleh wali songo menjadi ritual/upacara mengirim doa kepada para arwah leluhur.
            Ada yang memaknai upacara sedekah bumi ini sebagai upacara bersedekah memberi makan kepada sesama dan mengirim doa kepada Abu ( bapak ) dan Umi ( ibu ) yang telah meninggal dunia, Bumi dari penggalan  “Abu “ dan “ Umi “ dan bukan bersedekah kepada tanah/ bumi, pendapat ini juga sah-sah saja merujuk kepada asal-usul sedekah bumi yang digagas oleh para wali songo dan diteruskan oleh para pendahulu kita.
Sedekah Bumi di era Modern :
            Saat ini upacara sedekah bumi masih dilaksanakan sebagian besar bagi masyarakat di tanah jawa, tak ketinggalan di desa penulis sendiri Bulumanis Lor Margoyoso Pati. Upacara sedekah bumi ini menjadi kalender tetap yang setiap tahunnya selalu dilaksanakan, biasanya pada bulan Apit / Dzulkaidah.
            Prosesi sedekah bumi ini didahului dengan pengumuman hari tanggal jam dan tempat pelaksanaannya, biasanya dilangsungkan di balaidesa setempat dan warga di harapkan bisa hadir dan membawa 2 ( dua ) buah besek (sebuah wadah segi empat dari anyaman bambu) yang didalamnya diisi nasi dan aneka lauk pauk. Setelah warga satu desa kumpul di balai desa kemudian acara kirim doa dimulai dengan acara tahlilan dan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh adat atau modin ( kaur kesra ).
 Besek
            Setelah tahlil dan doa selesai dipanjatkan, prosesi akhir adalah pembagian nasi besek kepada semua warga dan tamu undangan yang hadir, tak ketinggalan nasi besek ini juga dibagikan kepada faqir miskin dan minta-minta yang kebetulan ikut hadir pada upacara sedekah bumi.
 "Ayooo !" berebut nasi besek
            Di era modern sekerang ini upacara sedekah bumi tidak hanya dilaksanakan sebagai upacara kirim doa kepada para leluhur saja, melainkan telah menjelma sebagai kegiatan pesta/expo desa selama satu minggu. Bagi desa yang tingkat ekonominya tinggi, upacara sedekah bumi ini menjadi agenda yang selalu ditunggu-tunggu warga. Biasanya selama satu minggu diadakan aneka pertandingan dan lomba yang diikuti para warga yang tergabung dalam RT masing-masing, tidak hanya itu pihak desa biasanya menyelenggarakan pengajian umum, arak-arakan dan karnafal membawa aneka hasil bumi/pertanian dan nanggap/mendatangkan aneka hiburan semisal pagelaran wayang kulit, Qosidah,barongan, dangdut, layar tancap dan yang lainnya lagi.