Petani Sawah
Cilik
Desa
Bulumanis lor Margoyoso Pati yang penulis tinggali merupakan wilayah agraris
yang mencapai 70 % lahan tambak, 20 % lahan sawah dan 10 % adalah perumahan.
Tidak mengherankan bila 50 % penduduk desa Bulumanis lor adalah bermata pencarian
sebagai petani tambak sawah dan buruh tani. Seperti yang penulis alami, adalah
seorang yang terlahir dari rahim seorang petani jekek ( tulen ), sehingga
kehidupan sawah dan tambak dengan segala
tetek-bengeknya begitu familier dalam kehidupan penulis.
Dulu sehabis
sekolah penulis rela tidak bisa mengikuti kegiatan ekstra kurikuler yang
diselenggarakan pihak sekolah, masalahnya penulis langsung membantu orang tua
di sawah atau ditambak, ini semata-mata demi bhakti penulis pada orang tua.
Maka semua pekerjaan petani penulis hampir semua bisa melakukannya semisal :
1.
Idak-idak sawah :
Idak-idak sawah adalah pekerjaan yang
dilakukan untuk membenamkan sisa jerami dan rumput menjelang sawah ditanami,
idak-idak dari kata “memidak” atau dalam bahasa Indonesia terkenal dengan
injak-injak. Idak-idak ini dilakukan bila lahan sawah tanahnya lunak atau pada
musim rendengan ( penghujan ), namun bila tanahnya kering/ padat tanah sawah
tersebut tidak bisa di idak-idak, biasanya pada musim kemarau.
2.
Pinihan :
Pinihan ini adalah lahan persemaian
bibit padi yang terlebih dahulu tanah lahan itu diolah dan diatasnya ditaburi
gabah yang telah semi ( keluar bakal bibit padi ). Gabah padi ini terlebih
dahulu dijemur dipilih yang kualitas baik dan tidak gabug (kosong), kemudian
direndam lebih kurang dua hari dua malam, setelah ditiris rendaman gabah tersebut
kemudian dimasukkan dalam zak atau wadah yang hangat. Oleh proses alam gabah
padi itu kemudian berkecambah dan kecambah padi tersebut kemudian di tebar
diatas pinihan yang telah berlumpur, yang selanjutnya kecambah padi tumbuh menjadi bibit padi yang kemudain baru
dicabut ( ndaut ) setelah cukup umur.
Macul (foto repro)
3.
Macul :
Macul adalah pekerjaan membalik tanah
dengan bantuan pacul, pekerjaan ini dibutuhkan tenaga yang ekstra, mengingat
macul ini pekerjaan mengayuh pacul dan sekaligus mengangkat tanah yang berhasil
di pacul selanjutnya melempar tanah di bagian yang sudah dipacul.
Penulis kecil sering bonceng di garu ini ( foto repro )
4.
Ngluku dan Nggaru :
Ngluku dan nggaru ini dalam bahasa
Indonesia terkenal dengan istilah membajak sawah, yaitu suatu pekerjaan yang
menggunakan bantuan tenaga sepasang kerbau untuk membalik tanah dan meratakan
tanah menjelang lahan sawah akan ditanami, ngluku dan nggaru ini merupakan pekerjaan
yang paling penulis senangi waktu penulis masih anak-anak, sewaktu orang tua
melaksanakan ngluku dan nggaru ini penulis sering membonceng garu yang sedang
ditarik kerbau.
Cabut benih / ndaut (foto repro)
5.
Ndaut :
Ndaut adalah mencabut wineh ( bibit
padi pada lahan persemaian ) dari pinihan yang akan ditanam keesokan harinya
pada lahan sawah yang telah selesai di olah, pekerjaan ini paling membosankan
bagi penulis kecil, mengingat ndaut harus dilakukan dengan cara jongkok dan
terendam air yang bercampur lumpur, sehingga rasa-gatal-gatal sering hinggap di
bokong. Setelah cukup banyak bibit yang berhasil dicabut barulah diikat dan
dicuci menghilangkan lumpur sisa yang masih terbawa bibit padi di sungai.
6.
Banjari :
Memikul bibit padi yang telah dicuci
dengan jalan di tusuk tengahnya dengan banjaran ( galah ) kemudian disebar di
lahan sawah inilah yang disebut dengan istilah banjari. Pekerjaan ini cukup
berat mengingat berjalan di lahan sawah yang lunak sambil memanggul banjaran,
sehingga pada waktu penulis masih kecil dalam melakukan pekerjaan ini sering
jatuh bangun.
Tandur, noto karo mundur (foto repro)
7.
Tandur :
Tandur atau menanam padi adalah
pekerjaan yang tidak sembarangan orang bisa melakukannya, artinya hanya orang
khusus dan terlatih yang mampu melakukan pekerjaan ini. Tandur biasanya dibantu
dengan alat yang bernama “ keler”, keler ini terbuat dari tali dan bilah bambu
yang saling mengait, sehingga panjangnya bisa mencapai 100 san meter. Fungsi
keler ini untuk menuntun penanam padi agar hasil tanamannya rajin dan memiliki
jarak yang tepat.
Disebut tandur berasal dari kirata
basa jawa yang berarti “ Noto karo mundur “ ( menata sambil mundur ). Penulis
sendiri mampu melakukan pekerjaan ini, namun kalau dinilai hasilnya kurang
bagus, dan hasil wiwirnya tidak sama. Wiwir adalah banyaknya helai padi yang
ditanam, biasanya satu wiwir berisi 2-3 bibit padi yang ditanam.
8.
Matun :
Matun ini dikenal dengan istilah
membuang rumput / gulma yang tumbuh disekitar padi, agar padi tumbuh sempurna
maka gulma ini harus dibuang, kalau tidak dibuang akan menghabiskan nutrisi
tanah yang seharusnya dimakan padi. Matun ini dilakukan dengan tangan.
Ngosrok srok-srok (foto repro)
9.
Ngosrok :
Ngosrok fungsinnya hampir sama dengan
matun, Cuma bedanya ngosrok ini menggunakan alat yang bernama “ Osrok “. Osrok
ini terbuat dari bilah kayu berbentuk huruf T dan bawahnya adalah sebungkah
kayu yang alasnya di kasih paku sekitar 20 biji sebagai alat untuk melumat
rumput dan tanah. Keuntungan ngosrok ini tanah menjadi gembur dan pertumbuhan
gulma menjadi terkendali, ngosrok ini dilakukan dengan jalan didorong kedepan
dan sesekali ditarik kebelakang dan didorong kembali berulang-ulang sambil
berjalan. Kenapa disebut osrok ini tak lain bunyi yang ditimbulkan alat osrok
ini dalah berbunyi “ srok-srok-srok-srok “ sehingga nama alat ini diberi nama
osrok.
10. Ngemes :
Ngemes adalah pekerjaan memupuk
tanaman padi berumur sekitar 3 minggu sejak masa tanam, dan menjelang padi
meteng atau masa berbunga. ngemes ini adalah pekerjaan menabur pupuk buatan
pabrik berwarna putih dan kristalnya berbentuk bulat kecil lebih besar dari kristal gula pasir. Waktu
penulis kecil para petani dulu tidak mengenal pupuk buatan pabrik, biasanya
petani kalau memupuk sawah menggunakan pupuk kandang, akan tetapi biasanya
pupuk kandang ini stoknya terbatas, dan akhirnya petani banyak yang beralih ke
pupuk buatan pabrik, meskipun pupuk pabrik ini dalam jangka panjang
penggunaannya akan mengurangi kesuburan tanah. Disebut “ ngemes “ karena pupuk
buatan pabrik ini bila lama tidak segera di tabur dan terkena udara, pupuk ini
akan mengeluarkan air (dalam bahasa jawa disebut ngumes), maka pupuk ini
terkenal dengan sebutan “emes”.
Nyempret (foto repro)
11. Nyempret :
Nyempret ini adalah menyemprotkan
pestisida pada hama padi yang berupa: wereng, belalang, ulat, tungau dll. dengan
alat semprot. Yang membedakan semprot sekarang dengan masa penulis kecil adalah
bahannya. Sekarang bahan semprot menggunakan pestisida buatan pabrik yang
sangat berbahaya bagi lingkungan, sedangkan pada masa penulis kecil kalau mau
nyemprot biasanya menggunakan bahan-bahan alami yang tidak berbahaya bagi
lingkungan misalnya :
-
akar toba yang ditumbuk dan disaring airnya
-
air rendaman tembakau
-
air rendaman gadung, gedung semacam umbi yang
dihasilkan dari tanaman gadung.
12. Mbanyoni :
Mbanyoni dari kata banyu / air,
mbanyoni berarti mengalirkan air kedalam sawah bila sawah tersebut mengalami
kekeringan, dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan tukang pembagi air
sungai ( ladu ), memasukkan air ini diatur penggunaannya berdasarkan jadwal
yang telah disusun oleh ladu dan kelompok tani.
Gubug sawah sebagai tempat berteduh ( foto repro )
13. Tunggu :
Tunggu dalam bahasa Indonesia adalah
menunggui padi yang sedang berbunga ( ambyar/padi mulai berisi ), tunggu dalam
hal ini menunggui padi dari serangan burung pipit, manyar, dan peking. Biasanya
petani membuat gubug yang terbuat dari bambu dan beratap rumbia sebagai tempat
berteduh berbentuk panggung. Tidak hanya gubug yang dibuat, akan tetapi
orang-orangan, rumbai-rumbai,dan bunyi-bunyian, dalam istilah jawa terkenal
dengan sebutan “ Weden “ yang berarti wedi atau takut, karena fungsi weden ini
adalah untuk menakut-nakuti burung pemakan padi.
Weden sawah yang meriah
Weden ini akan berfungsi bila ditarik
dengan sebuah tali yang terbuat dari bilah bambu yang dibelah tipis sehingga
membentuk sebuah tali, dalam bahasa jawa tali ini disebut dengan istilah “Senteng
“ . senteng inilah yang dipakai menarik weden dari dalam gubug sehingga burung
yang hinggap di padi langsung kabur karena takut. Masa tunggu ini bisa mencapai
3 minggu semenjak padi ambyar sampai padi menguning dan siap di panen. Masa
tunggu ini adalah masa-masa terindah bagi seorang petani, tak terkecuali
penulis kecil. Masa tunggu ini bisa dipakai sebagai wahana rekreasi, belajar
bawa buku di gubug, tukar bekal antar sesama petunggu, bahkan masa tunggu
berubah menjadi masa perkenalan dengan gadis-gadis tetangga sawah dan saling
bercengkrama didalam gubug, bahkan tak jarang setelah dewasa berlanjut ke
pelaminan.
Waktu tunggu ini boleh dikata
seharian penuh, berangkat ke sawah menjelang matahari terbit dan pulang dari
sawah menjelang matahari tenggelam.
Sego Buceng persembahan kepada Dewi Sri (foto repro)
14. Wiwit (
Dhisik / dahulu ):
Wiwit ini adalah budaya hindu jawa
yang diakulturasi dengan budaya Islam
(shodaqoh/tasyakuran), wiwit ini adalah prosesi awal masa panen padi dengan
didahului membawa sesaji ke pojok lahan sawah yang akan di panen keesokan
harinya. Wiwit ini didahului dengan ngawin padi, dalam ngawin padi ini diambil
tiga dapur padi yang kemudian diikat menjadi satu, kemudian dibawahnya ditaruh nasi
buceng, nasi buceng ini dimasak dengan diliwet ( ditanak dalam kuali )
dengan lauk pauk sambel gebel. Sambel gebel ini adalah masakan khas untuk wiwit
dengan bahan ikan gerih petek (ikan kering) yang dibakar dan dikasih sambal
terasi serta tumbukan kacang tolo yang di sangrai sebelunya, selain sambal
gebel ini biasanya ditambah dengan sebutir telur ayam jawa yang di rebus.
Dalam wiwit ini juga disertakan
kembang bureh dan sepasang sisir dan kaca cermin. Menurut cerita orang tua
penulis, dalam mitologi jawa di kenal Dewi Sri/Dewi Sang Hiyang Asri
( dewi kesuburan ). Dewi Sri ini adalah dewi yang sangat cantik berambut
panjang gemulai yang menguasahi dan
mengatur bahan pangan, menjaga padi sejak masa tanam sampai masa panen,
sehingga setelah panen padi menjadi kekuasaan petani. Dewi Sri ini dimuliakan
sejak masa kerajaan kuno ditanah Jawa seperti Padjajaran dan Majapahit.
Dewi Sri
selalu digambarkan sebagai gadis muda yang cantik, ramping tapi bertubuh sintal
dan berisi, dengan wajah khas kecantikan alami gadis asli Nusantara. Mewujudkan
perempuan di usia puncak kecantikan, kewanitaan, dan kesuburannya.
Kebudayaan
adiluhung Jawa dengan selera estetis tinggi menggambarkan Dewi Sri seperti
penggambaran dewi dan putri ningrat dalam pewayangan. Wajah putih dengan mata tipis
menatap ke bawah dengan raut wajah yang anggun dan tenang. Serupa dengan
penggambaran kecantikan dewi Sinta dari kisah Ramayana.
Untuk menghormati jasa Dewi Sri ini, maka pada prosesi wiwit
selalu disediakan sisir dan kaca cermin, dikandung maksud agar Dewi Sri ini
bisa istirahat dan bersisiran merapikan rambutnya. Kisah ini dulu penulis
protes pada orang tua, mengingat tradisi wiwit ini mengandung unsur
syirik. Wiwit ini biasanya dilaksanakan
setelah matahari tenggelam dan kemudian kesokannya padi baru bisa dipanen
dengan terlebih dahulu mencabuti weden. Wiwit ini dahulu sering mengajak
anak-anak untuk “ gagahi “ nasi buceng, gagahi mengandung arti menikmati nasi
buceng setelah terlebih dahulu dimakan Dewi Sri, namun seperti yang penulis
saksikan sendiri, Dewi Sri ternyata juga tak nampak batang hidungnya, apalagi
sampai makan nasi buceng dan sisiran segala, kalau sampai nampak dan sisiran
penulis juga mau kok ambil dia sebagai istri, he..he...
Dewi Sri dalam mitologi Jawa (foto repro)
Panen Padi (foto Tempo)
15. Panen :
Panen padi pada waktu penulis kecil
tidak seperti panen padi pada saat ini, dimana panen padi saat ini menggunakan
teknologi yang lebih modern, lebih cepat dan sedikit melibatkan orang. Berbeda dengan
panen padi kala itu, masih menggunakan peralatan seadanya, melibatkan banyak
orang kurang lebih 30 han orang. Kecuali itu varitas padi dulu dengan sekarang
berbeda, dulu varitas padi terkenal dengan varitas unggul semisal Rojolele, Mentik,
dan Ketan yang berumur lebih lama dibandingkan dengan varitas padi zaman
sekarang, dengan bulir dan tangkai yang panjang dan berambut ( bersungut ). Sedangkan
varitas padi zaman sekarang lebih didominasi varitas padi yang berumur pendek
semisal IR 46, Pelita, Cisadane, Membramo dll, dengan bulir dan tangkai padi
yang pendek tak berambut.
Gadis pemetik padi dengan ani-ani di sanggul kepala (foto repro)
Ani-ani dan penggunaannya (foto repro wikipedia)
Foto by Michael Freeman
Maka cara memanenpun berbeda, panen padi sekarang
menggunakan sabit dan dan parang sebagai alat memanen padi dan langsung di Dos,
Dos adalah alat yang terdapat silinder berpaku yang diputar untuk merontokkan
padi dari tandan padi. Sedang zaman penulis kecil menggunakan alat panen yang
bernama “ ani-ani “, ani-ani ini terbuat dari papan tipis berukuran 12x5 cm yang
dipakai untuk menancapkan semacam pisau kecil dan disambung dengan bambu
berdiameter 2 cm dengan panjang 12 cm sebagai pegangan pemanen. Ani-ani ini
dulu sangat populer dimasa itu, untuk bisa memanen padi diperlukan keahlian
khusus untuk menggunakannya, salah-salah bisa tangan kita yang berdarah-darah.
Setelah bulir-bulir padi selesai
dipanen kemudian dijadikan satu dan diikat, ikatan padi ini lebih terkenal
dengan sebutan “ ayaran padi “.
Mocok Derep (foto repro)
16. Derep :
Derep ini adalah pekerjaan membantu
tetangga yang panen dengan dikasih upah seperempat atau sepertiga bagian dari
hasil derep, upah dari derep ini terkenal dengan sebutan “derepan”,
tidak banyak memang tetapi inilah merupakan bentuk-bentuk kerukunan masyarakat
pedesaan kala itu, yang mungkin sudah tidak bisa dijumpai lagi dizaman sekarang
ini. Derep ini dulu tidak memakai undangan, melainkan bila tetangga sedang
panen, maka secara otomatis banyak tetangga sebelah yang mengikuti derep ini, dan
tradisi kerukunan ini berlaku berabad-abad yang lalu. Derep biasanya lebih
didominasi oleh kaum hawa, mengingat kaum hawa lebih bersabar dan teliti dalam
memanen padi.
17. Usung-usung :
Usung-usung ini dari kata mengusung
yang berarti memindah/menggotong padi yang sudah berupa ayaran ke rumah dengan
jalan digendong menggunakan selendang yang diikatkan pundak pengusung, usung-usung
ini biasanya melibatkan banyak orang sesuai dengan banyak orang yang memanen
(memanen sekaligus mengusung ), usung-usung ini waktu penulis masih kecil
sambil menyanyikan sebuah lagu yang cukup populer kala itu :
-
Sung-sung tapihe lerek-rek ( pengusung bertapih / jarit
motif lerek)
-
Nyunggi pasung-sung
( menggendong dunak/pasung = wadah dari bambu )
-
Diambung singkek ( dicium singkek = perawan cina )
Lagu ini dulu dinyanyikan sambil
berjalan beriringan meniti tanggul sawah dan sepanjang jalan desa menuju rumah
pemilik, entah apa maksudnya arti dari lagu ini, mungkin dengan lagu ini
perasaan lelah dan capek tidak terasa. sesekali usungan ini banyak yang jatuh
dan rontok yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan para ayam untuk memperebutkan
rontokan padi ini. Sehingga sepanjang jalan usungan ini biasanya dipenuhi beberapa
ayam milik tetangga.
18. Ngasak :
Ngasak ini adalah mencari
bulir/tandan padi yang tertinggal dilahan sawah yang habis di panen, atau
mencari rontokan dan jatuhan bulir padi sewaktu di usung di jalanan, biasanya
yang mencari asakan ini adalah anak-anak, karena hasil asakan ini dapat di barter
dengan aneka jajanan semisal : Getuk Wayang, Gelali, Jagung rebus, Cendol, dan
jajanan pasar yang lain. Jangan lupa dulu waktu panen juga banyak pedagang
jajan yang terkenal dengan sebutan “bakul sawah” yang hadir dengan
membawa aneka jajanan pasar. Biasanya bakul sawah ini akan barter jajanan dengan
padi. Penulis juga mengalami ngasak ini, sebab hasil dari ngasak ini berbuah
jajan yang enak, jajan kala itu tidak sebanyak dan berfariasi zaman sekarang,
jajan ini akan dinikmati secara gratis tanpa uang hanya dengan berter padi kala
musing panen saja.
Ayaran : ikatan padi sedang dijemur (foto repro)
19. Mepe pari :
Mepe pari ini adalah pekerjaan
menjemur padi yang masih ayaran, mepe pari ini ada dua cara, yang pertama bila
musim panas padi yang masih ayaran ini langsung di jemur dibawah sinar matahari
secara langsung sampai kering, biasanya setelah ayaran padi ini kering para
petani biasanya menyimpannya dalam lumbung padi, lumbung padi adalah semacam
gubug yang dipakai menyimpan padi kering dalam bentuk masih ayaran. Yang kedua
adalah mensangrai padi yang sudah di rontokkan terlebih dahulu dengan wadah
ngaron ( kuali besar dari tanah ) dengan bantuan api, mensangrai padi ini
terkenal dengan sebutan “ Mbunul “. Mbunul ini dilakukan bila tidak ada
sinar matahari atau pas pada musim penghujan.
20. Nruntoi :
Ngruntoi ini adalah pekerjaan
merontokkan padi yang masih ayaran untuk ditumbuk dalam lesung dengan bantuan
alu atau diselep menjadi beras, dalam konteks sekarang ngruntoi ini sudah tidak
dijumpai lagi, mengingat padi sekarang dipanen langsung di geblok (di rontokkan
dengan perontok padi) atau langsung di dos di lahan sawah.
Nutu padi (foto repro)
21. Nutu/ Ndeplok
pari :
Menumbuk padi dalam lesung dengan
bantuan alu ini terkenal dengan istilah “Nutu / Ndeplok pari “. Nutu
pari ini bertujuan memisahkan kulit padi dari isi padi yang kemudian di tampi
dengan tampah, tampi adalah melontar padi ke atas dan jatuh kembali ke dalam
tampah, sehingga kulit pari atau rambut padi ini terbuang secara otomatis
tertiup angin. dan beras yang telah bersih dari kulit padi ini akan mengelompok
dalam tampah. Sedangkan tampah adalah sebuah alat yang terbuat dari jalinan
bambu berbentuk bundar dengan diameter 80 cm menyerupai nampan seng pada saat
ini.
Tampah
Napeni gabah (foto repro)
Nutu / ndeplok padi ini sekarang
sudah digantikan dengan mesin selep padi, dari nutu dan selep padi ini akan
menghasilkan barang berupa :
-
Beras yang kita makan sebagai bahan makanan pokok
-
Kulit padi atau sekam/rambut padi yang digunakan
sebagai bahan campuran membuat bata dan sebagai bahan bakar membakar bata dan
gerabah.
-
Bekatul yang dipakai bahan baku pembuatan makanan
ternak.
Gropyok tikus (foto jibi photo)
22. Ngajak tikus
:
Ngajak tikus ini populer disebut
gropyok tikus, pekerjaan ini akan lebih mudah dilakukan sehabis musim panen,
mengingat lahan sawah sudah kosong dan mudah mengejar tikus yang di gropyok. Gropyok
tikus ini ada dua cara :
-
Dengan jalan digali lobangnya dengan pacul atau ganco
dengan peserta yang lain sebagai tukang gropyok atau tukang pukul bila tikus
yang digali ini melarikan diri dikejar beramai-ramai dan dipukuli sampai tikus
itu mati.
-
Dengan jalan dikompori lobangnya dengan alat
penyemprot asap, tikus akan keluar dari lobangnya karena tidak kuat menahan
asap yang masuk di lobangnya.
Pekerjaan gropyok tikus ini sangat ramai sekali, satu tim penggropyok bisa sampai 5-7 orang, pekerjaan ini akan lebih mudah bila dibantu dengan tenaga dari angjing pengejar.
Pekerjaan gropyok tikus ini sangat ramai sekali, satu tim penggropyok bisa sampai 5-7 orang, pekerjaan ini akan lebih mudah bila dibantu dengan tenaga dari angjing pengejar.
tulisan yang informatif sekali, jadi mengerti kehidupan petani di desa... saya bayangin, menyenangkan juga ya kehidupan mas dulu di desa. ijin simpan. makasih.
BalasHapusNice blog
BalasHapus