Senin, 20 Februari 2012

Batu Sabak dibuat ulang dalam bentuk Komputer I-pad



Bentuk Batu Sabak  alat tulis tempo doeloe
Mereka yang berumur 43 tahun ke atas tentu pernah ingat waktu bersekolah di TK atau tingkat SD, kalau melihat tablet PC mungkin akan teringat pada alat tulis yang dinamai sabak atau batu tulis. Bagian tengahnya terbuat dari batu, dapat ditulisi. Di pinggirnya dipasang kayu sebagai frame. Untuk menulisinya dipakai gerip yang bentuknya bulat, lebih kecil dari pensil, panjangnya sejengkal ketika masih baru. Ketika dituliskan, biasanya terdengar bunyi yang menyakitkan telinga.untuk menghapusnya diperlukan daun cocor bebek sebagai setip.

Kita pasti masih ingat, di awal tahun 2010 media masa (cetak dan online) dihiasi oleh foto (Almarhum) Steve Jobs seperti gambar ini. Apple meluncurkan iPad pada tanggal 27 Januari 2010. Sampai kwartal 3 tahun 2010 iPada menguasai 95% pasar tablet PC di dunia.Menyusul iPad, beberapa produsen lain meluncurkan tablet PC. Dengan sendirinya mereka yang datang belakangan harus mempunyai kelebihan agar ada alasan konsumen memilihnya. Pada umumnya, mereka yang datang belakangan harganya lebih murah. Fitur iPad yang banyak dikalahkan adalah ukuran layarnya (9,7 inci) dan beratnya (680 gram). Yang lainnya: iPad tidak mempunyai kamera, sedangkan beberapa pesaingnya mempunyai kamera.
Perbedaan dan persamaan Batu Sabak dengan I-pad :
Uraian
Batu Sabak
I-Pad
Bentuk
persegi empat
persegi empat
Ketebalan
kurang lebih 3 cm
2.5 cm
Power
-
Listrik / batu kering (DryCell )
Penggunaan
Menulis
Multy Media
Piranti
Grip sebagai alat tulis /cocor bebek sebagai alat hapus
Layar sentuh
Dibawa
Ditenteng
Ditenteng
Bentuk File
Tdk bisa dibuka lagi ( terhapus )
Dpt dibuka lagi
Fungsi  lain
Dapat dipakai payung kalau hujan dan bisa dipakai nampar temen kalau lagi berantem
Rusak kalau terkena hujan dan tidak bisa dipakai  berantem
Bergaya
Anak  sekolah Era 40 an dan 70 an awal
Anak Sekolah Era Millenium

Daun Cocor Bebek yang dipakai mengahpus tulisan grip pada Batu Sabak

            Daun cocor bebek ini dahulu diwajibkan bagi setiap siswa yang bersekolah, baik ditingkat TK atau sampai SD. Mengingat tempo dulu belum ada teknologi penghapus tulisan, baik yang berbentuk setip ( karet penghapus ) atau bentuk Type Ex ( cairan putih penutup tulisan yang salah . Sehingga keberadaan tanaman yang satu ini dulu sewaktu penulis masih kecil sangat populer sekali, dan hampir disetiap pekarangan rumah pasti dapat dijumpai.
            Untuk dapat menggunakan daun cocor bebek ini biasanya dipetik daun yang paling tua, biasanya daun  yang paling bawah, karena daun yang paling bawah ini biasanya tebal dan berair. Sehelai  daun cocor bebek ini kemudian disapukan ( diunyet-unyet – Jawa ) pada permukaan batu sabak yang ada tulisannya, sehingga batu sabak yang sudah ditulisi dan dinilai guru dapat dihapus.

 Bibit-bibit baru yangon keluarganya darinya ketiak daun

            Cara menanampun tergolong mudah, tinggal petik sehelai daun tua dan benamkan pada tanah yang becek berair( dalam istilah IPA dikenal dengan sebutan stek daun-perkembangan tak kawin secara alami), tunggu dua minggu kemudian dari ketiak daun tersebut  keluarlah bakal tumbuhan baru.

Kepala Desa Bulumanis lor dari masa ke masa

                Desa Bulumanis lor Kec. Margoyoso Kab. Pati semenjak terbentuk pada zaman Hindia belanda sampai sekarang tercatat telah memiliki Kepala Desa ( petinggi ) sebanyak 6 kali :

NO
NAMA
ALAMAT
TAHUN
1
Wonojoyo
Jl. Wonojoyo RT.03 / 03
Zaman Hindia Belanda
2
Kartodikromo ( petinggi tuwo )
Jl. Kampunganyar RT.02/02
Peralihan Belanda - RI
3
Lukito
Jl. Kampunganyar RT.02/02
1940 – 1965 ( Orde Lama )
4
Ichwan Soeyoethi
Jl. Kampunganyar RT.02/02
1965 – 1988 ( Orde Baru )
5
H. Hambali, SH.
Jl. Kampunganyar RT.02/01
1988 - 2008 ( dua periode )
6
Abdul Fatah
Jl. Wonojoyo RT.03 / 03
2009 - sekarang

Wonojoyo :

                Petinggi Wonojoyo, menurut cerita para mbah-mbah penulis dulu merupakan petinggi zaman feodal ( Hindia Belanda ). Masih berpakaian beskap berblangkon dan bergaya priyayi zaman walondo. Lokasi rumah petinggi Wonojoyo dulu menempati lahan yang sekarang menjadi milik keluarga besar almarhum Nurhadi ( mantan carik era Ichwan Soeyoethi ).

Konon petinggi Wonojoyo mempunyai kuda yang gagah dan tongkat komando yang biasanya dipakai untuk keliling desa dan mengkomando tugas-tugas petinggi. Tongkat komando tersebut tidak berupa tongkat komando pada umumnya, melainkan sebuah tongkat kayu berwarna hitam. Tongkat tersebut sampai sekarang masih misteri dimana keberadaannya. Namun wacana publik desa Bulumanis lor, tongkat komando tersebut tersimpan secara misteri ( tidak bisa terlihat dengan  mata )di makam Mbah Singobrojonoto (seorang tokoh cikal bakal desa Bulumanis lor).Tongkat tersebut biasanya akan nampak wujudnya bila di desa Bulumanis lor akan ada pemilihan kepala desa, sehingga banyak calon kepala desa yang akan maju nyalon sering bermalam dan berkalwat di ruang samping makam Mbah Singobrojonoto, itung-itung bisa melihat atau mendapat tanda-tanda akan jadi kepala desa.

Untuk mengenang jasa petinggi pertama desa Bulumanis lor tersebut, nama Wonojoyo diabadikan sebagai nama jalan desa paling selatan dari desa Bulumanis lor nama sebuah tambak milik desa.

Kartodikromo ( petinggi tuwo ) :

                 Bekas Pintu Gerbang yang masih hingga sekarang
                        Petinggi ini mendapat julukan petinggi tuwo, menurut cerita orang tua, petinggi ini kecuali berperawakan tua juga  mempunyai perilaku yang bijaksana dan kebapak-bapakan, sehingga mendapatkan julukan  “ tuwo ”. Lokasi rumah petinggi Kardikromo ini di jalan Kampung anyar / jalan Kepala Desa RT. 02 /RW.02. peninggalan arkeologis masih bisa dilihat sampai sekarang, berupa gapura ( pintu gerbang ) rumah Kartodikromo. Dahulu masih utuh dua buah kanan dan kiri, namun sewaktu PLN memasang tiang listrik gapura sebelah timur tergusur dan dirobohkan.

                Kecuali terkenal dengan sebutan tuwo, Kartodikromo semasa hidup sangat gemar mengoleksi benda-benda antik semisal keris, tumbak dan benda-benda lain yang dianggap punya kekuatan gaib. Juga Kartodikromo dikenal sebagai tokoh yang mempunyai kejadukan dan ilmu linuwih. Ini terbukti dahulu banyak maling yang menyatroni warga desa Bulumanis lor tak bisa bergerak dan hanya bingung di lokasi tempat mereka akan maling, ini berkat pagar gaib yang dipasang Kartodikromo. Suatu waktu ada maling mengambil buah kelapa yang masih di pohon, kebetulan keberadaan maling tersebut ketahuan Kartodikromo, maka hanya dengan ditunjuk pakai telunjuk Kartodikromo, maling itu langsung jatuh ke tanah.
               
                Kampung bekas rumah Kartodikromo ini juga banyak menyimpan misteri sampai saat ini, berdasar saksi mata para tetangga disekitar kampung Kartodikromo, ada yang melihat kejadian aneh diantaranya api ndaru yang melesat dari langit dan jatuh di kampung tersebut, ada yang melihat mahluk halus besar ( orang menyebutnya genderuwo ), kampung yang sekarang masih wingit ( angker ) itu sering di sambangi para pemburu benda-benda antik semacam keris dan gaman.

Lukito :

                Kepala Desa ini berjasa dalam pembangunan infra struktur jalan dan gorong-gorong dan fasilitas penting lainnya, seperti pos gardu jaga permanen, gedung balaidesa. Dibidang pertanian juga mengalami kemajuan. Akan tetapi dalam era ini perjalanan politik multi partai sedikit banyak berpengaruh terhadap keharmonisan hidup bernegara, dalam hal ini pengaruh gesekan antara partai NU dan PKI begitu kuat di desa Bulumanis lor. Tak mengherankan politik kotor dan intimidasi diterapkan PKI yang kala itu  Kepala Desanya terlibat PKI desa Bulumanis lor.
                Setelah pemerintah RI membekukan PKI dan Letkol Soeharto ditunjuk Soekarno memegang keamanan paska supersemar, untuk di desa Bulumanis lor PKI dapat dilumpuhkan oleh Barisan NU dan anshornya serta mendapat dukungan penuh dari Resimen Para Komando Angkatan Darat ( RPKAD ) yang sempat juga datang di Bulumanis lor. Beberapa tokoh penting PKI desa Bulumanis lor diambil RPKAD dibawa ke pulau Buru.  Setelah masa hukumannya selesai, ada yang kembali pulang ke Bulumanis lor dan ada yang  tidak kembali lagi ke Bulumanis lor termasuk  diantaranya adalah Lukito. Kini peristiwa itu telah lama dilupakan masyarakat Bulumanis lor sebagai bentuk rekonsiliasi terhadap orang-orang yang dulu pernah terlibat partai yang makar terhadap pemerintah RI.


Ichwan Soeyoethi :
               
                Tokoh yang satu ini naik menjadi kepala Desa Bulumanis lor berkat kemenangannya dalam pemilihan umum kepala desa, yang waktu itu masih menggunakan biting / lidi yang dimasukkan dalam bumbung bambu.  Ada 7 calon yang maju, namun setelah penghitungan ada 2 calon yang harus  masuk final, satu diantaranya adalah Ichwan Soeyoethi . setelah final penghitungan tahap dua Ichwan Soeyoethi keluar sebagai pemenang. Kemenangan Suoyoethi ini berkat dukungan penuh NU,Anshor dan Muslimat. Masa jabatan Ichwan Soeyoethi ini terbilang lama, selama masa orde baru, tak heran gaya kepemimpinannya langsung seragam seperti pemerintahan Soeharto.


H. Hambali, SH. :

                Seorang pemuda penuh visi anak dari tokoh Masyumi desa Bulumanis lor, sewaktu menjabat  Kepala Desa dalam kondisi masih bujangan. H. Hambali, SH. menjabat dua periode, berkat kemenangannya dalam 2 pemilu kepala desa. Gelar kesarjanaannya mengangkat lahan kisik / pantai sebagai bahan topik skripsinya.
                Prestasi-prestasi gemilang pada masa ini banyak ditorehkan, diantaranya adalah kembalinya aset desa tanah SDN 01 yang beberapa puluh tahun diambil sepihak oleh diknas Margoyoso untuk gedung kegiatan guru. Memprakarsai berdirinya Yayasan Baitus Salam yang bergerak dibidang sosial penyantunan dan beasiswa anak-anak yatim dan dluafak, berdirinya MTS. Baitus Salam, Renovasi total Masjid Baitus Salam yang disebut-sebut sebagai proyek monumental desa Bulumanis lor, serta penataan aparatur desa yang semula hamburadul dan terkesan abangan menjadi tertib dan agamis,
satu persatu aparatur desa yang tidak seirama dengan derap pembangunan mental spiritual disikat habis.
                Tapi hukum dunia ditakdirkan berpasangan dan bermata dua bagai keping mata uang, sebaik-baik Hambali memimpin ada juga kelompok kecil yang tidak puas atas kepemimpinannya ekses dari pilkades, sehingga selama Hambali memimpin banyak kasus-kasus sengaja dimunculkan oleh kelompok yang tidak puas untuk merusak citra Hambali.

Abdul Fatah :

                Anak tertua dari Ichwan Soeyoethi ini  menduduki kepala desa setelah dua kali keikutsertaannya dalam pilkades, edisi pertama kalah dari H. Hambali, SH, dan edisi kedua keikutsertaannya memenangkan pilkades mengalahkan dua calon yang lain.