Nebang Tebu
( Panen Tebu )
Sewaktu penulis masih anak-anak,
keberadaan pabrik gula PT. Bappipundip ( perusahaan yang dikelola Kodan VII
Diponegoro ) kala itu yang berkedudukan
di desa Pakis kec. Tayu sewaktu masih jaya-jayanya, hampir sebagian besar lahan
sawah di kecamatan Margoyoso dan Tayu menjadi penyangga utama kelangsungan
pabrik gula tersebut. Tak terkecuali
lahan sawah didesa penulis tercinta Bulumanis lor Margoyoso, dulu merupakan
lahan tebu yang luar biasa luas dan suburnya. Tebu kualitas tinggi yang
terkenal dengan istilah “ tek oye “ ini berwarna kehijauan, empuk, berair
banyak dan manis sekali.
Lahan tebu yang terhampar luas di
areal persawahan desa Bulumanis lor ini sedikit banyak membawa kenangan indah
masa kecil penulis, diantaranya adalah kebiasaan penulis yang suka nawu (
mencari ikan dengan menguras air got ) dan mancing di got lahan tebu, mengambil
tebu untuk sekedar mengganjal perut yang lapar menjadi suatu pemandangan yang
lumprah kala itu, mengingat pada masa kecil penulis dapat dikatakan masa yang
susah.
Kecuali itu tebu merupakan habitat ideal bagi
sebagian besar hewan-hewan indemik, semisal garangan ( musang ), ular sawah,
eneka burung dan lain sebagainya. Keberadaan burung yang paling berkesan bagi
penulis adalah burung manyar, burung manyar ini adalah sejenis burung pipit
berwarna kekuningan dan berkoloni sampai ratusan bahkan ribuan sekali terbang.
Pada waktu sore hari biasanya burung ini pulang dan tidur di lahan tebu,
sehingga kala malam hari kebiasaan penulis sering “ Nyuloh “ burung manyar
tersebut. Nyuloh adalah kegiatan mencari ikan dan burung dengan membawa alat
penerangan senter atau obor minyak tanah, kondisi burung manyar waktu malam
hari lebih mudah ditangkap dari pada siang hari.
Lahan tebu juga membawa berkah bagi sebagian
besar masyarakat sekitar, dengan banyak menjadi kuli tanam tebu, kuli dangir
tanah atau lebih populer disebut “ jigrik “ dan kuli klitek, klitek adalah
pekerjaan mengambil daun tebu yang sudah tua dan mengering ( klaras tebu ).
Klaras tebu ini bisa dibuat payon atau atap oleh sebagian masyarakat yang
rumahnya masih menggunakan atap rumbia.
Banyak juga warga yang ikut menjadi
kuli “ Platek “, platek adalah pekerjaan memotong tebu muda untuk dijadikan
bibit tanaman tebu baru, yang mana tebu muda itu dipotong-potong kecil diambil
rosnya (calon tunas tumbuh), dan bagian tengah ros tebu tersebut dibuang dan
biasanya direbutkan anak-anak seusia penulis untuk dimakan. Kenapa disebut
“platek” ? ini tidak lain adalah bunyi parang yang memotong tebu tersebut
membentur kayu pengganjal yang menimbulkan bunyi “ platek-platek “, sehingga
orang menamai kegiatan ini menjadi platek.
Pada waktu tebu menginjak dewasa (
hampir panen ) biasanya tebu akan mengeluarkan bunga yang sangat serempak,
bunga tebu tersebut lebih dikenal dengan sebutan “ panah “, masalahnya bunga
tebu tersebut setelah cukup umur bisa diambil anak-anak seusia penulis kala itu
untuk kegiatan bermain bermacam-macam bentuk, diantaranya adalah untuk kegiatan
perang-perangan atau panah-panahan sehingga mendapat sebutan “panah”. Tidak hanya itu bunga tebu
tersebut bisa dipakai untuk membuat aneka mainan seperti senjata laras panjang,
sepeda-sepedahan, kincir, dsb.
"Panah" si kembang tebu ( foto Repro )
Namun dari rentetan cerita diatas,
kagiatan atau peristiwa yang paling ditunggu-tunggu adalah ketika lahan tebu
mulai di panen atau disebut dengan istilah “ nebang tebu “, nebang tebu ini
merupakan kegitan yang mengasikkan kala
itu, diantaranya adalah ketika tebu yang telah dipotong dan diikat lalu di muat
dalam lori-lori yang dimasukkan dalam lahan tebu, dengan terlebih dahulu
membuat bantalan kereta yang dimasukkan dalam lahan tebu.
Nebang Tebu ( foto Repro )
Setelah lori penuh dengan ikatan
tebu, sore harinya adalah menarik lori yang telah penuh dengan tebu tersebut
keatas bantalan rel kereta api permanen di tanggul lahan tebu. Biasanya yang
menarik lori tersebut adalah sepasang sapi yang dipasangi pedati yang berfungsi
sebagai bahan untuk menarik lori tebu itu. Pekerjaan ini di upahkan kepada
warga yang memiliki sepasang sapi.
Inilah pemandangan paling menarik dan ramai-ramai ditonton warga. kadang
sepasang sapi tidak mampu menarik satu lori, maka satu lori dapat ditarik dua
pasang sapi.
sapi saat menarik loko yang penuh tebu ( foto repro )
Loko berbahan baku sepah dan kayu ini begitu melegenda ( foto repro )
Barulah setelah lori-lori tersebut
dapat ditarik semua naik ke bantalan rel kereta permanen, lokomotif seterusnya
menarik semua lori menuju ke pabrik tebu untuk diolah menjadi gula pasir. Dalam
upayanya lokomotif menarik lori ini biasanya tak luput dari penjarahan
anak-anak untuk “ ngunus tebu “, ngunus tebu ini adalah menarik tebu dari
belakang lori paling belakang sambil berlari mengejar lokomotif yang bergerak
pelan. Dalam ngunus tebu ini sering dijumpai kecelakan terjatuh demi seujung
tebu manis. Namun rasanya cukup puas bilamana ngunus tebu ini berhasil
mendapatkan tebu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar