Sedekah
Bumi tradisi mendoakan arwah leluhur secara massal
Sedekah bumi
yang kita kenal pada umumnya hampir sama dengan sedekah-sedekah yang lain,
seperti sedekah laut, sedekah danau, sedekah kawah gunung dan lain sebagainya.
Bisa dimaklumi sedekah-sedekah yang kita kenal ini seperti halnya ritual-ritual
zaman dahulu yang selalu terkait erat dengan siklus hidup dan keseharian yang
mereka jalani seperti kelahiran, perkawinan, kematian dan mata pencaharian.
Kita
mengenal upacara nyadran dan larung sesaji di laut bagi masyarakat yang bermata
pencaharian sebagai nelayan, kita mengenal upacara sedekah bumi bagi yang
bermata pencaharian tani atau berkebun atau boleh dikata yang ada hubungannya
dengan bumi ( tanah ), kita mengenal sedakah kawah gunung bagi mereka yang
berdekatan dengan gunung berapi dan lain sebagainya.
Asal-usul sedakah bumi :
Upacara adat
sedekah bumi ini berkaitan erat dengan kepercayaan orang-orang zaman dahulu jauh
sebelum pengaruh Hindu dan Budha masuk di Nusantara, kita mengenal kebudayaan
dan kepercayaan Kapitayan yang sebagian besar dianut oleh penduduk
Nusantara lebih-lebih di tanah Jawa. Mereka percaya bahwa pada tiap-tiap segala
sesuatu yang menyangkut hajat hidup manusia dikuasahi dan di jaga oleh
dewa-dewa (zat yang mbahurekso). Dengan keyakinan atas adanya dewa dan
zat yang mbahurekso tersebut ditunjukkan dengan adanya penyiapan sesaji di
tempat-tempat yang mereka percayai. Dengan begitu mereka berharap terhindar
dari malapetaka alam yang murka dan kemudian mencapai hasil-hasil usahanya.
Kemudian
pengaruh Islam masuk ke Nusantara sekitar abad ke 13 dan Islam masuk ke tanah
Jawa sekitar seperempat akhir abad ke 15, oleh Wali Songo tradisi
atau ritual menyembah dewa-dewa ini tidak serta merta dihapus dari tengah-tengah masyarakat Jawa. Dan
malahan Wali Songo memanfaatkan kearifan lokal ini sebagai media dakwah untuk
menyampaikan Islam yang efektif.
Pendekatan
budaya seperti inilah pada kenyataannya membuat Islam lebih mudah diterima di
kalangan masyarakat jawa. Karena menyembah selain Allah SWT. merupakan hal yang
diharamkan oleh agama Islam, maka sesembahan kepada dewa-dewa pada masa pra
Islam tidak dibuang sama sekali, tetapi diubah subtansinya. Dari upacara dan
ritual menaruh sesaji di tempat-tempat yang dipercaya di tunggui para dewa dirubah
menjadi upacara dalam bentuk dan format baru yang kita kenal dengan sedekah bumi.
Sedekah Bumi
pada masa wali songo diselenggarakan di tempat-tempat pusat dakwah Islam,
seperti keraton, masjid dan alun-alun. Sedekah bumi yang asalnya ritual
menyembah para dewa-dewa dirubah oleh wali songo menjadi ritual/upacara
mengirim doa kepada para arwah leluhur.
Ada yang
memaknai upacara sedekah bumi ini sebagai upacara bersedekah memberi makan
kepada sesama dan mengirim doa kepada Abu ( bapak ) dan Umi ( ibu ) yang telah
meninggal dunia, Bumi dari penggalan “Abu
“ dan “ Umi “ dan bukan bersedekah kepada tanah/ bumi, pendapat ini
juga sah-sah saja merujuk kepada asal-usul sedekah bumi yang digagas oleh para
wali songo dan diteruskan oleh para pendahulu kita.
Sedekah
Bumi di era Modern :
Saat ini upacara sedekah bumi masih
dilaksanakan sebagian besar bagi masyarakat di tanah jawa, tak ketinggalan di desa
penulis sendiri Bulumanis Lor Margoyoso Pati. Upacara sedekah bumi ini menjadi
kalender tetap yang setiap tahunnya selalu dilaksanakan, biasanya pada bulan
Apit / Dzulkaidah.
Prosesi
sedekah bumi ini didahului dengan pengumuman hari tanggal jam dan tempat
pelaksanaannya, biasanya dilangsungkan di balaidesa setempat dan warga di
harapkan bisa hadir dan membawa 2 ( dua ) buah besek (sebuah wadah segi
empat dari anyaman bambu) yang didalamnya diisi nasi dan aneka lauk pauk.
Setelah warga satu desa kumpul di balai desa kemudian acara kirim doa dimulai
dengan acara tahlilan dan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh adat atau modin
( kaur kesra ).
Besek
Setelah
tahlil dan doa selesai dipanjatkan, prosesi akhir adalah pembagian nasi besek
kepada semua warga dan tamu undangan yang hadir, tak ketinggalan nasi besek ini
juga dibagikan kepada faqir miskin dan minta-minta yang kebetulan ikut hadir
pada upacara sedekah bumi.
"Ayooo !" berebut nasi besek
Di era
modern sekerang ini upacara sedekah bumi tidak hanya dilaksanakan sebagai
upacara kirim doa kepada para leluhur saja, melainkan telah menjelma sebagai
kegiatan pesta/expo desa selama satu minggu. Bagi desa yang tingkat ekonominya
tinggi, upacara sedekah bumi ini menjadi agenda yang selalu ditunggu-tunggu
warga. Biasanya selama satu minggu diadakan aneka pertandingan dan lomba yang
diikuti para warga yang tergabung dalam RT masing-masing, tidak hanya itu pihak
desa biasanya menyelenggarakan pengajian umum, arak-arakan dan karnafal membawa
aneka hasil bumi/pertanian dan nanggap/mendatangkan aneka hiburan semisal
pagelaran wayang kulit, Qosidah,barongan, dangdut, layar tancap dan yang
lainnya lagi.