Minggu, 17 Maret 2013

masa kecilku 1 ( nebang tebu )



Nebang Tebu ( Panen Tebu )
Sewaktu penulis masih anak-anak, keberadaan pabrik gula PT. Bappipundip ( perusahaan yang dikelola Kodan VII Diponegoro )  kala itu yang berkedudukan di desa Pakis kec. Tayu sewaktu masih jaya-jayanya, hampir sebagian besar lahan sawah di kecamatan Margoyoso dan Tayu menjadi penyangga utama kelangsungan pabrik gula tersebut.  Tak terkecuali lahan sawah didesa penulis tercinta Bulumanis lor Margoyoso, dulu merupakan lahan tebu yang luar biasa luas dan suburnya. Tebu kualitas tinggi yang terkenal dengan istilah “ tek oye “ ini berwarna kehijauan, empuk, berair banyak dan manis sekali.
Lahan tebu yang terhampar luas di areal persawahan desa Bulumanis lor ini sedikit banyak membawa kenangan indah masa kecil penulis, diantaranya adalah kebiasaan penulis yang suka nawu ( mencari ikan dengan menguras air got ) dan mancing di got lahan tebu, mengambil tebu untuk sekedar mengganjal perut yang lapar menjadi suatu pemandangan yang lumprah kala itu, mengingat pada masa kecil penulis dapat dikatakan masa yang susah.
 Kecuali itu tebu merupakan habitat ideal bagi sebagian besar hewan-hewan indemik, semisal garangan ( musang ), ular sawah, eneka burung dan lain sebagainya. Keberadaan burung yang paling berkesan bagi penulis adalah burung manyar, burung manyar ini adalah sejenis burung pipit berwarna kekuningan dan berkoloni sampai ratusan bahkan ribuan sekali terbang. Pada waktu sore hari biasanya burung ini pulang dan tidur di lahan tebu, sehingga kala malam hari kebiasaan penulis sering “ Nyuloh “ burung manyar tersebut. Nyuloh adalah kegiatan mencari ikan dan burung dengan membawa alat penerangan senter atau obor minyak tanah, kondisi burung manyar waktu malam hari lebih mudah ditangkap dari pada siang hari.
 Lahan tebu juga membawa berkah bagi sebagian besar masyarakat sekitar, dengan banyak menjadi kuli tanam tebu, kuli dangir tanah atau lebih populer disebut “ jigrik “ dan kuli klitek, klitek adalah pekerjaan mengambil daun tebu yang sudah tua dan mengering ( klaras tebu ). Klaras tebu ini bisa dibuat payon atau atap oleh sebagian masyarakat yang rumahnya masih menggunakan atap rumbia.
Banyak juga warga yang ikut menjadi kuli “ Platek “, platek adalah pekerjaan memotong tebu muda untuk dijadikan bibit tanaman tebu baru, yang mana tebu muda itu dipotong-potong kecil diambil rosnya (calon tunas tumbuh), dan bagian tengah ros tebu tersebut dibuang dan biasanya direbutkan anak-anak seusia penulis untuk dimakan. Kenapa disebut “platek” ? ini tidak lain adalah bunyi parang yang memotong tebu tersebut membentur kayu pengganjal yang menimbulkan bunyi “ platek-platek “, sehingga orang menamai kegiatan ini menjadi platek.
Pada waktu tebu menginjak dewasa ( hampir panen ) biasanya tebu akan mengeluarkan bunga yang sangat serempak, bunga tebu tersebut lebih dikenal dengan sebutan “ panah “, masalahnya bunga tebu tersebut setelah cukup umur bisa diambil anak-anak seusia penulis kala itu untuk kegiatan bermain bermacam-macam bentuk, diantaranya adalah untuk kegiatan perang-perangan atau panah-panahan sehingga mendapat  sebutan “panah”. Tidak hanya itu bunga tebu tersebut bisa dipakai untuk membuat aneka mainan seperti senjata laras panjang, sepeda-sepedahan, kincir, dsb.
 "Panah" si kembang tebu ( foto Repro )
Namun dari rentetan cerita diatas, kagiatan atau peristiwa yang paling ditunggu-tunggu adalah ketika lahan tebu mulai di panen atau disebut dengan istilah “ nebang tebu “, nebang tebu ini merupakan  kegitan yang mengasikkan kala itu, diantaranya adalah ketika tebu yang telah dipotong dan diikat lalu di muat dalam lori-lori yang dimasukkan dalam lahan tebu, dengan terlebih dahulu membuat bantalan kereta yang dimasukkan dalam lahan tebu.
 Nebang Tebu ( foto Repro )
Setelah lori penuh dengan ikatan tebu, sore harinya adalah menarik lori yang telah penuh dengan tebu tersebut keatas bantalan rel kereta api permanen di tanggul lahan tebu. Biasanya yang menarik lori tersebut adalah sepasang sapi yang dipasangi pedati yang berfungsi sebagai bahan untuk menarik lori tebu itu. Pekerjaan ini di upahkan kepada warga yang memiliki sepasang sapi.  Inilah pemandangan paling menarik dan ramai-ramai ditonton warga. kadang sepasang sapi tidak mampu menarik satu lori, maka satu lori dapat ditarik dua pasang sapi.
 sapi saat menarik loko yang penuh tebu ( foto repro )

Loko berbahan baku sepah dan kayu ini begitu melegenda ( foto repro )
Barulah setelah lori-lori tersebut dapat ditarik semua naik ke bantalan rel kereta permanen, lokomotif seterusnya menarik semua lori menuju ke pabrik tebu untuk diolah menjadi gula pasir. Dalam upayanya lokomotif menarik lori ini biasanya tak luput dari penjarahan anak-anak untuk “ ngunus tebu “, ngunus tebu ini adalah menarik tebu dari belakang lori paling belakang sambil berlari mengejar lokomotif yang bergerak pelan. Dalam ngunus tebu ini sering dijumpai kecelakan terjatuh demi seujung tebu manis. Namun rasanya cukup puas bilamana ngunus tebu ini berhasil mendapatkan tebu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar