Senin, 29 April 2013

Masjid Jami' Baitus Salam dari masa ke masa



Masjid jami’ Baitus Salam Bulumanis lor dari masa ke masa

            Pada tahun 1957 menempati areal tanah waqaf dari keluarga besar  Asmo Sulaiman, masjid jami’ Baitus Salam dibangun dengan sangat sederhana menggunakan bahan kayu berarsitek Jawa klasik bentuk tajug bersusun dua, bangunan masjid tempoe doeloe kebanyakan menggunakan arsitek klasik bentuk tajug ini.
Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha yang datang lebih dulu dari pada Islam. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi, yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Jawa dan khususnya Indonesia.

 Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Ajaran Islam mulai masuk ke Indonesia dilakukan pedagang-pedagang Arab, Cina, India ( Gujarat ) dan Parsi. Setelah itu, proses penyebaran Islam dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Islam Nusantara melalui majlis taklim, perkawinan, perdagangan, madrasah-madrasah dan penaklukan.

 Bentuk awal Masjid Jami' Baitus Salam (sketsa by Mustain Wahid)

Begitu juga Masjid Jami’ Baitus Salam Bulumanis lor di bangun tetap mempertahankan bentuk asal yang menyerupai candi Hindu / Budha. Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi budaya tersebut. Wujud akulturasi dari masjid kuno adalah memiliki ciri sebagai berikut :

·      Atap tajug bersusun dua sampai tiga menggunakan bentuk limas yang menyerupai candi.
·         Diatas atap yang bersusun  di pasang mustoko ( hiasan di puncak/ kepala atap ).
·         Sebagian besar menggunakan bahan dasar kayu yang mudah mengambilnya dari alam karena ketersediaan bahan yang melimpah.
·    Tidak mengenal bangunan dari bahan dasar semen, karena semen pada waktu itu belum sebanyak dan semudah mendapatkannya seperti sekarang ini.
·         Teras/serambi hanya ada di bagian depan yang terkenal dengan gandok.
·         Tidak mengenal adanya menara.



 Bentuk ke dua (foto by Mustain Wahid)
Kemudian pada tahun 1987 masjid jami’ Baitus Salam Bulumanis lor mengalami pemugaran yang pertama menghilangkan gandok, penambahan teras depan dan samping kanan kiri berbentuk tapal kuda. Sudah menggunakan bentuk plengkung (latiu) sepanjang teras sebagai bentuk adopsi arsitek timur tengah. Bangunan utama yang berbentuk tajug tetap dipertahankan, berpagar besi  tempa di setiap lorong plengkungnya.

Di tahun ini juga dibangun tempat wudlu dan pagar yang permanen, dan diatas tempat wudlu dibangun pula perpustakaan untuk remaja masjid Baitus Salam ( Irmabas ) dengan atap menjulang ke atas berbentuk atap joglo.

Kemudian di tahun 1998 masjid jami’ Baitus Salam mengalami pemugaran yang kedua kalinya, mengingat di sebagian tempat telah terjadi pelapukan dan kebocoran di sana-sini yang amat parah karena teras berbentuk tapal kuda masih menggunakan atap zeng. Bentuk arsitek yang di pilih kala itu adalah prototip dari masjig agung Demak, dengan mengganti bagian teras lengkung bulat menjadi lengkung miring dan penyederhanaan tiang kolom di sisi luarnya.


 Bentuk ke tiga (foto by Mustain Wahid)
Mengingat kala itu pendanaan kurang menunjang, maka bangunan yang semula direncanakan seperti masjid agung Demak tidak bisa terealisasi secara sempurna, dan sifatnya baru nyicil bagian depan dan samping saja. 

Prototip inipun tidak bertahan lama, hanya berselang kurang dari lima tahun masjid jami’ Baitus Salam yang belum selesai ini, Atas prakarsa Kepala Desa Bulumanis lor yang saat itu di jabat H. Hambali, SH. dipugar lagi dan diruntuhkan sampai nol tanah. Dengan terlebih dahulu membubarkan kepengurusan lama dan menggantinya dengan kepengurusan baru,ini terjadi pada tanggal 20 April 2003. Pengurus yang baru ini  kemudian dikukuhkan sekaligus menjadi panitia pembangunan masjid jami’ Baitus Salam. Tepat pada tanggal 26 April 2003 masjid jami’ Baitus Salam resmi dibangun dengan peletakan batu pertama oleh para tokoh masyarakat desa Bulumanis lor sebagai simbul persatuan dan kesatuan.

Masjid yang dibangun dengan modal dana kas masjid dua puluh dua juta rupiah ini berakhir kurang lebih satu tahun enam bulan dengan menghabiskan dana kurang lebih hampir satu milyar rupiah. Dana sebesar itu berkat bantuan warga desa Bulumanis lor baik yang berdomisili di dalam desa atau yang berdomisili diluar desa, para simpatisan, dan yayasan Al-Baiti yang kantor pusatnya berkedudukan di Arab Saudi. Masjid yang dibangun mengadopsi arsitek timur tengah modern ini menggunakan delapan pilar kolom utama yang menopang kubah cor berdiameter 9,75 m, kubah ini disebut-sebut sebagai kubah masjid terbesar di kecamatan Margoyoso. dan diatas kubah utama bermahkotakan warna keemasan, serta berlantai susun sebagai antisipasi lonjakan penduduk desa Bulumanis lor di kemudian hari.
 Bentuk ke empat/ saat ini (foto by Mustain Wahid)

Peresmian pembangunan masjid jami’ Baitus Salam  ini pada tanggal 11 September 2004. Dengan di tandai pemukulan bedug dan pengajian akbar sekaligus pembacaan do’a yang di haturkan kepada almarhum/almagfurlah KH. Syahid dari Kemadu Sulang Rembang. KH. Syahid dari Kemadu ini menjadi guru spiritual panitia dalam membangun masjid jami’ Baitus Salam Bulumanis lor, dengan memberi do’a wirid berupa ayat terakhir dari surat Al-Fath. Dalam acara peresmian ini sebenarnya panitia berencana dan kepingin menghadirkan KH. Syahid dari Kemadu Sulang Rembang sebagai pembuka peresmian, akan tetapi Allah SWT. berkehendak lain, KH. Syahid dari Kemadu pulang kerahmatullah seminggu menjelang masjid diresmikan.

Ucapan Terima Kasih :
1.      Allah SWT. yang telah merestui dan menganugerahi nikmat iman sehingga pembangunan masjid bisa selesai tanpa kendala yang berarti.
2.      Nabi Muhammad SAW. yang telah memberi sari tauladan kepada kita, sehingga semangat perjuangan beliau dapat menyemangati demi terciptanya pembangunan masjid yang cukup representatif.
3.      Para Alim Ulama Tokoh masyarakat desa Bulumanis lor, yang dari fatwanya dapat menyejukkan hati panitia dalam proses pembangunan masjid jami’ Baitus Salam.
4.      KH. Syahid dari Kemadu Sulang Rembang yang telah memberi do’a wirid demi terselesainya pembangunan masjid.
5.      Yayasan Al-Baiti Arab Saudi ( Bpk. H. Ahmad Badawi ) selaku penyandang dana tambahan pembangunan masjid jami’ Baitus Salam.
6.      Seluruh warga beserta jajaran pemerintahan Desa Bulumanis lor yang terus menerus memberi bantuan moril maupun matrial demi tercapainya pembangunan masjid.
7.      Para donatur dan simpatisan yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
8.      Para Pengurus masjid dan seluruh Panitia pembangunan yang telah mencurahkan harta, tenaga, serta pikiran demi terselesainya pembangunan masjid.





Sabtu, 27 April 2013

primavaganza Kudus-Bandungan-Limbangan Kendal



“ Primavaganza “
Kudus-Bandungan-Limbangan Kendal
( sebuah catatan kecil perjalanan penulis )

                Menjelajah ke berbagai tempat wisata, tentu menjadi pengalaman berkesan bagi seorang traveler. Banyak hal-hal menarik yang bisa didapatkan, seperti spot wisatanya sendiri, kultur di daerah yang dikunjungi, kuliner dan pengalaman seru lainnya.
               
                Seperti yang penulis alami, sebagai guru dan panitia UN dengan segala rutinitas mengajar  beserta tetek bengeknya seabrek yang menyita waktu dan tenaga. Maka pada Kamis 25 April 2013, penulis beserta rekan-rekan guru Perguruan Islam Al-Hikmah Kajen Margoyoso Pati setelah pelaksanaan UN, siangnya mengadakan perjalanan wisata/mlaku-mlaku dengan label “Primavaganza” di sejumlah kota dan tempat wisata di sekitar Semarang. Adapun kota yang penulis singgahi adalah :

Kudus :
Sebagai kota industri kretek, Kudus menyimpan pesona alam dan budaya yang luar biasa. dengan aneka kuliner yang cukup populer semisal soto kerbau, jenang, sayur pakis, semur kutuk, dll.  Dalam traveler kali ini penulis menyinggahi rumah makan bertema resto taman yang cukup terkenal di kudus yaitu “ Resto Taman Bale Raos “, sebuah resto yang penataannya berkonsep meniru kampung jawa dengan sentuhan klasik modern berkelas hotel berbintang 5. Dengan menu andalannya gurami bakar manis yang sangat menggoda lidah. Beralamat di jalan Kudus-Purwodadi No. 01 Kudus, atau bersebelahan dengan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.
 Aneka Gazebo di Resto Taman  Bale Raos ( foto by Mustain Wahid )

Deretan Bungalow tertata di bibir kolam menambah asyik menikmati menu yang tersaji (foto by Mustain Wahid)



Bawal bakar bumbu manis (foto by Mustain Wahid )

Hidangan Penutup : Pisang bakar keju misis (foto by Mustain Wahid )

Resto taman ini sebenarnya sudah berkali-kali penulis kunjungi, akan tetapi selalu ingin balik dan selalu ingin balik, bersebelahan dengan areal persawahan  berangin sejuk yang semilir, serta penataan aneka bungalow yang melingkari kolam dengan aneka ikan hias yang berkecipak menambah asyik menikmati hidangan yang tersaji. Sebagai menu penutup penulis mencoba pisang bakar dengan parutan keju dan misis coklat yang mak nyus rasanya. Kecuali harganya yang terjangkau menu yang tersaji juga diolah dengan taste yang sangat original.

Bandungan :
                Bandungan merupakan daerah yang berada diwilayah kabupaten semarang, Jawa Tengah, tepatnya berada di lereng tenggara gunung ungaran, semarang. Pada kawasan pegunungan ini bandungan mempunyai pemandangan yang sangat menarik dan juga berhawa khas pegunungan yang sejuk semilir. Beberapa perkebunan menghiasi wilayah ini, diantaranya adalah perkebunan sayur, perkebunan buah dan juga beberapa jenis bunga potong. Di Bandungan ini juga terdapat tempat wisata peninggalan kuno berupa candi yang berjumlah sembilan (songo/jawa), komplek kesembilan candi ini terkenal dengan “ Candi Gedong Songo”.

                Nama Bandungan sendiri merupakan sebuah nama yang memuat kisah tentang pasangan suami isteri yang bernama Kyai Sanggem yang berkeinginan mempunyai anak, karena lama tak di karuniai anak. Pasangan ini akhirnya mendapatkan sebuah wangsit dimana jika ingin memiliki anak maka mereka harus mencari sumber ( mata air ) yang berada dilereng gunung Ungaran yakni sebuah sumber air yang airnya mengalir seperti sungai. Dan setelah menemukan sumber air tersebut dan kemudian benar mereka mendapatkan anak. Kyai Sanggem kembali mendapatkan wangsit untuk menutup atau membendung mata air tersebut agar tidak membahayakan penduduk kampung dibawahnya. Dan wangsit tersebut dilaksanakan, sumur kemudian ditutup/disumpal dengan menggunakan sebuah gong (salah satu jenis alat gamelan ). Dari kata mbendung atau menutup ini kemudian nama bandungan atau bendungan menjadi nama desa sampai sekarang. Keberadaan Kyai sanggem saat ini dimakamkan di dekat kantor kecamatan Bandungan.

 Penulis di atas balkon hotel dengan view hamparan sawah nan menghijau (foto by Mustain Wahid)
Hotel tempat kami istirahat (foto by Mustain Wahid)

                Penulis tiba di kota ini sehabis magrib, setelah menikmati kuliner bandungan berupa mie ayam krupuk kulit kerbau, nasi goreng babat dengan nyruput wedang jahe dan kopi tubruk, wiiih asyik men .... !, penulis berkesempatan memilih penginapan yang ber view indah. Akhirnya penulis beserta rombongan menginap di hotel “ Taman Sari “ di jalan Lemah Abang-Bandungan Km 4-5. Sebuah hotel berlantai 2 yang menghadap persawahan penduduk dengan lereng-lereng/terasiring yang meliuk-liuk, sekilas mengingatkan penulis dengan tempat di bali yaitu persawahan terasiring di Jati Luwih yang pernah penulis kunjungi 6 tahun yang lalu. Kenapa penulis memilih hotel ini, kecuali ber view indah di atas balkon penulis bisa bercengkerama dengan para petani yang sedang merawat padinya, ditengah lapangan parkir juga terdapat mushola yang cukup bersih dan elegan. Di waktu malam kota ambarawa dan bukit manoreh terlihat jelas dari balkon hotel, dengan indahnya berkelap-kelip lampu kota yang tersaji cukup apik sambil menikmati roti bakar dan nyruput teh hangat.

Ibu-ibu menjajakan bunga potong (foto by Mustain Wahid)
Penulis diantara deretan bibit bunga (foto by Mustain Wahid)

                Di Bandungan juga dapat di temui pasar aneka hasil pertanian setempat yang berupa aneka sayur mayur dan buah-buahan, juga dipasar bandungan terdapat pasar bunga potong yang sangat ramai sekali, di pasar bunga tersebut terjadi transaksi aneka bunga potong yang siap dikemas dan diantar diberbagai kota-kota di jawa tengah termasuk kota pati dan juwana. pasar bunga ini ramai pada subuh dan pagi hari, dan selesai pada jam 8 pagi. mengingat udara pagi hari masih dingin sehingga memungkinkan bunga tidak cepat layu. Pasar bunga bandungan berbeda dengan pasar-pasar pada umumnya yang berbau aneka warna, di pasar bunga bandungan ini baunya harum dan wangi sekali akibat bari bau yang semerbak dari aneka bunga potong yang indah ini.

Tim Primavaganza sibuk belanja oleh-oleh (foto by Mustain Wahid)

                Di pasar bandungan ini juga penulis beserta rombongan yang lain membeli aneka oleh-oleh buah dan sayur mayur yang cukup murah, kecuali sayur dan buah, dipasar ini terdapat los penjual bunga hidup dan aneka bibit tanaman buah dalam pot yang di jajakan berderet dengan beraneka macam, sehingga sewaktu kami pulang dari bandungan ini bis travel yang kami sewa berjalan “ regunuk-regunuk, mbiyek-mbiyek” akibat keberatan muat barangnya yang seabrek.

Limbangan :
                Limbangan adalah sebuah kota kecamatan berjarak 27 km dari kota Semarang. Di kecamatan Limbangan  ini terdapat Wana Wisata Gonoharjo. Lokasi wana wisata Gonoharjo terletak di Kecamatan Limbangan Kendal Jawa Tengah, dengan ketinggian antara 700-1000 m diatas permukaan laut. Di lokasi wisata ini, selain menawarkan keindahan alam, juga terdapat pemandian air panas, taman bunga dan air terjun Gonoharjo. Wana Wisata Gonoharjo memiliki beberapa sumber air panas dengan didukung oleh pemandangan yang indah dan udara yang sejuk. Pemandian air panas ini terkenal dengan nama “ pemandian air panas Nglimut “, terletak didaerah perbukitan sebelah timur laut desa Gonoharjo kecamatan Limbangan. Obyek wisata air panas nglimut juga dilengkapi dengan pemandian air dingin kebun binatang mini, taman bunga dan pemandian air panas keluarga.
 Margotopo I : sumur air panas utama (foto by Mustain Wahid)
                Penulis di Pemandian air panas Gonoharjo (foto by Mustain Wahid)


                 Deburan air terjun (foto by Mustain Wahid)
Pemandian air panas nglimut dipercaya berkhasiat dapat menyembuhkan penyakit kulit dan merawat wajah, tak lain karena air panas yang keluar dari perut bumi ini mengandung belerang alam. Sehingga air panas di dalam bak penampungan berwarna keruh kekuningan. Penulis beserta rombongan tak henti-hentinya berendam dalam kolam air panas ini. Wana wisata Gonoharjo sebenarnya adalah wilayah hutan dibawah pengawasan perum perhutani  Jawa Tengah. Penulis sendiri berwisata ke Gonoharjo kali ini adalah yang kedua kalinya setelah kunjungan yang pertama pada dua tahun yang lalu.
 Nyemplung rame-rame (foto by Mustain Wahid)

                Pada kunjungan kali ini penulis di kagetkan dengan keadaan di sekitar pemandian air panas nglimut yang sebagian lokasinya bekas diluluh lantakkan oleh longsoran lereng bukit sebelah barat. Dalam longsoran ini menghayutkan tiga lapak pedagang, gardu kelola, dan kolam kecek bagi pengunjung anak-anak. Menurut Rumiyati 56 tahun pedagang warung makan yang penulis wawancarai, kebetulan Rumiyati adalah pedagang yang penulis singgahi dua tahun yang lalu dan sempat diingat wajahnya oleh penulis.
 Rumiyati 56 tahun, nara sumber penulis (foto by Mustain Wahid)

Kronologi kejadian longsor menurut Rumiyati, terjadi pada hari Jum’at kliwon 11 Januari 2013 jam 2 siang. kala itu seharian terjadi hujan yang cukup deras dan puncaknya menjelang jam 2 siang, hujan semakin deras disertai petir yang menyambar-nyambar. Ada kejadian aneh dan janggal menjelang detik-detik terjadinya longsor, pengunjung meski keadaanya hujan tetap ramai berdatangan, disaat hujan yang semakin deras tersebut konon katanya ada seorang anak kecil yang telanjang berhujan-hujanan tanpa pakaian selembarpun, dan yang paling aneh anak tersebut tidak berkelamin sama sekali. Sambil hilir mudik berjalan, anak misterius tersebut tanpa berkata-kata sambil tangannya melambai-lambai seakan memberi isarat kepada pengunjung untuk segera pergi dari lokasi pemandian air panas. Menurut Rumiyati juga tak seorangpun pengunjung di lokasi pemandian air panas yang menghiraukan isarat dari anak kecil itu, dianggap anak kecil tersebut tidak waras dan keberadaanya tiba-tiba menghilang begitu saja.
 Bukit yang longsor meluluh lantakkan PAP Nglimut (foto by Mustain Wahid)

Disaat itulah didalam hati Rumiyati terjadi perasaan yang tidak enak dan di hantui perasaan was-was, seakan hatinya berkata untuk segera menutup lapak dagangannya. Sehingga bisikan hati Rumiyati kala itu untuk menutup warung segera dilaksanakannya, setelah lapak warung yang dijaganya telah sepi dari pengunjung. Baru beberapa puluh meter Rumiyati meninggalkan lapak dagangannya, suara gemuruh dari lonsoran terdengar di kejauhan, Rumiyati  dipanggil dan diteriaki orang di sekitarnya yang berlarian meninggalkan tempat kejadian, Rumiyati baru sadar kalau di lokasi pemandian air panas nglimut telah terjadi longsor yang cukup hebat.

Rumiyati detik itu juga tidak jadi pulang kerumah, melainkan bergegas berlari menuju tempat kejadian. Betapa nelangsanya hati Rumiyati tetkala melihat lokasi lapak dagangannya telah rata dengan tanah tertimbun lumpur longsoran.  Teriakan dan tangisan serta hiruk pikuk pengunjung yang berusaha mengevakuasi korban menjadi pemandangan yang menyesakkan hati Rumiyati kala itu, tetangga sesama pedagang Rumiyati yang siang itu tidak pulang ikut terkubur hidup-hidup dalam lumpur longsoran. Areal bukit seluas kurang lebih 500 m2 dengan kemiringan terjal serta vegetasi diatasnya meluncur dan menerjang apa saja yang berada dibawahnya. Setelah menerjang beberapa bungalow, tiga lapak pedagang serta pos jaga pengelola, longsoran terus melalap bangunan kolam kecek dan ruang bilas yang berada di bawah pos jaga, dan longsoran baru berhenti setelah menimbun lembah dan berakhir di sungai. Beruntung dalam kejadian ini korban dievakuasi dalam kondisi masih bernyawa dan segera dilarikan kerumah sakit.

Kini Rumiyati tidak berhenti bersyukur telah terselamatkan dari bencana yang mematikan dua setengah bulan yang lalu, meski dagangannya telah rata dengan tanah, minimal ia telah menjadi orang yang mensyukuri atas nikmat yang ada. Dan kini Rumiyati telah membangun lapak dagangannya kembali dari mengkais sisa runtuhan lapak dagangaannya yang telah terbawa longsoran, meski disana-sini kayu penyangga atapnya masih menyisakan sisa-sisa lumpur yang masih menempel . Kesedihan Rumiyati masih tertinggal diwajahnya kala bercerita sambil melayani kopi kepada penulis.

Beruntung dalam kejadian ini tidak semua fasilitas pemandian air panas nglimut rusak, bahkan sumur sumber air panas utama tidak tersentuh oleh longsoran, padahal jaraknya hanya beberapa meter dari lonsoran. Sore itu di jum’at kliwon yang sama, 26 April 2013 penulis beserta rombongan “ Primavaganza “ meninggalkan wana wisata Gonoharjo dengan perasaan sadar bahwa alam memang perlu di jaga kelestariannya, akibat salah dalam mengelola bahkan tindakan ceroboh, alam akan murka dan menemukan jalannya sesuai dengan sunnatullah.
 Nyruput kopi ( foto by Mustain Wahid )

Tim “Primavaganza”
1.       Ahmad Khoiruzzad, S.Pd.I, MM.Pd. ( komandan tim )
2.       Teguh Panatagama,SP. ( navigator )
3.       Rodli,S.Pd.I. ( produser tim )
4.       Mustain Wahid,S.Pd.I. ( reporter )
5.       Abdul Kharis, S.Pd. ( kameramen )
6.       Tulus Sanyoto, SE. ( anggota )
7.       Afandi, S.Pd. ( anggota )
8.       Edy ( Pilot )