Selasa, 03 Januari 2012

Sumur Mutamakkin di desa Bulumanis lor antara mitos dan fakta


Mutamakkin adalah seorang ulama yang berasal dari Cebolek , sebuah desa kecil di Kabupaten Tuban tempo dulu, Jawa Timur. Nama “Mutamakkin” yang bermakna orang yang meneguhkan hati atau yang diyakini akan kesuciannya konon adalah gelar yang diberikan kepada beliau seusai dari menuntut ilmu dari Timur Tengah. Kini nama Mutamakkin lebih terkenal dengan sebutan “ Mbah Mutamakkin
 Sumur Mutamakkin setelah mengalami pemugaran ke tiga kali

Silsilah Mutamakkin :

Garis keturunan Mutamakkin dari bapak adalah Sultan Trenggono (Raja Demak III tahun 1521-1546) yang bertemu dengan pada silsilah Raden Fatah (Pendiri Kerajaan Demak 1478-1518). Dari Ibu, keturunan Sayid Ali Bejagung, Tuban Jatim. Sayid Ali ini mempunyai putera bernama Raden Tanu, Tanu ini mempunyai seorang puteri, yakni ibu  Mutamakkin.

“Sumohadiwijaya” adalah nama kecil Mutamakkin. Putera Pangeran Benawa II (Raden Sumohaidnegara) bin Pangeran Benawa I (Raden Hadiningrat) bin Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) bin Ki Ageng Pengging bin Ratu Pembayun binti Prabu Brawijaya ( raja Majapahit Terakhir  yang telah masuk islam ). Ratu Pembayun adalah saudara perempuan Raden Fatah. Istri Jaka Tingkir adalah Putri Sultan Trenggono bin Raden Fatah.

Sumur Mutamakkin :

Diperkirakan Mutamakkin hidup sekitar tahun 1685-1710. Konon, sepulang dari Timur Tengah dari menunaikan Ibadah haji, beliau pulang tidak menaiki kendaraan pada umumnya melainkan menaiki jin, kemampuan menaiki jin ini beliau dapatkan berkat ilmu kanuragan yang beliau pelajari dari Timur Tengah. Tiba-tiba di tengah laut jawa ( Laut yang sekarang wilayah perairan Bulumanis ) oleh jinnya, beliau dijatuhkan di tengah laut. Kemudian beliau diselamatkan dan di telan “Ikan Mladang” dalam kondisi setengah sadar. Beliau kemudian  dilemparkan disebuah pantai Bulumanis lor, dan ditemukan oleh beberapa masyarakat dan diselamatkan.
 Papan penunjuk Sumur Mutamakkin di jalan bango Bulumanis lor


Didesa ini beliau istirahat sambil memulihkan kesehatannya, konon didesa ini  banyak warga yang berguru pada Mutamakkin, sehingga untuk menopang kehidupan dan bersuci, Mutamakkin membuat sumur dari batang kayu yang ditancapkan ketanah, dan aneh dari batang kayu yang ditancapkan ketanah ini kemudian dicabut, dari lobang cabutan kayu ini mengalirlah mata air yang jernih hingga sekarang.

Cerita Kali Kutukan dan asal-usul nama desa Bulumanis :

Setelah Mutamakkin tinggal di desa ini dan banyak warga yang berguru, konon pada waktu masuk waktu sholat banyak santri yang masih berwudlu , sehingga Mutamakkin sempat menegur beberapa santri  “ wudlu kok kecipak-kecipuk ora bar-bar koyo kutuk ! “  ( wudlu kok ciprat-cipratan air nggak selesai-selesai kayak ikan kutuk / ikan gabus ). Sehingga kali / sungai  yang berada di pinggir sumur itu terkenal dengan nama “ Kali Kutukan “.

Soal nama desa Bulumanis, ada beberapa versi cerita yang beredar di tengah –tengah masyarakat Bulumanis Lor. Konon sewaktu Mutamakkin berwudlu menggunakan padasan ( beberapa ruas bambu yang dilobangi untuk berwudlu ) melintaslah seekor burung blekok ( kuntul ) dan jatuhlah sehelai bulu burung blekok tepat dilobang padasan Mutamakkin berwudlu, dan konon rasa air wudlu yang tawar berubah menjadi agak kemanis-manisan, sehingga sejak saat itu wilayah tersebut bernama dengan “ Bulumanis “ yang mengandung arti “ bulu yang terasa manis “. Soal sebutan kali kutukan dan asal-muasal nama desa Bulumanis ini penulis peroleh dari cerita-cerita yang beredar dari masa-kemasa waktu penulis masih anak-anak dan kadung dipercaya masyarakat hingga sekarang. ( Wallahu a’lam ).

Ada dua versi tentang asal usul desa ini. Pertama adalah dari kata “ceblok” (jatuh), dan kedua “Jebol-jebul melek” (tiba-tiba membuka mata) setelah diselamatkan warga dari muntahan ikan mladang. Di sebelah barat desa Bulumanis lor saat ini terdapat desa bernama Cebolek,sangat dimaklumi dan boleh jadi dahulu desa Bulumanis pada umumnya masih berupa rawa-rawa dan merupakan garis pantai, dan kemungkinan wilayahnya masih menyatu dengan wilayah yang saat ini bernama cebolek Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Jawa Tengah.

Berguru dan diambil menantu Kiyai Syamsudin :

 Dari desa ini, suatu malam, Mutamakkin melihat sinar lampu dikegelapan malam dikejauhan arah barat. Karena heran, kemudian beliau mencari dari mana asal sinar tersebut. Ternyata sinar tersebut adalah sinar lampu K.H Syamsuddin, pemangku Desa Kajen yang sedang melaksanakan shalat tahajjud. Kajen adalah sebuah desa disebelah barat desa Cebolek.Mutamakkin  kemudian berguru dan oleh KH. Syamsuddin Mutamakkin dinikahkan dengan putrinya Nyai Qodimah.

Dari perkawinan tersebut Mutamakkin memiliki putra yaitu :
1.       Alfiyah Godeg ( dimakam di desa Kajen Kec. Margoyoso Pati )
2.       Bagus ( dimakam di ampel denta Surabaya Jawa Timur )
3.       Endro Muhammad ( dimakam di desa Gambiran Kec. Margorejo Pati )

Putra kedua, Kiai Bagus kemudian bertempat tinggal di Jawa Timur. Di Jawa Timur tersebut, Kiai Bagus memiliki keturunann antara lain KH Hasyim Asyari (Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang), dan K.H Bisri Syamsuri (Pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang). Keduanya ini adalah kakek Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Sedangkan Alfiyah dan Endro tetap tinggal di Kajen. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, banyak keturunan  Mutamakkin yang mendirikan sejumlah pondok pesantren (Ponpes) di Kajen. Misalnya pada tahun 1900, Kiai Nawawi putra KH Abdullah mendirikan Ponpes Kulon Banon atau Taman Pendidikan Islam Indonesia (TPII). Pesantren ini adalah Pospes tertua di Desa Kajen.
Menyusul kemudian, KH Ismail mendirikan Ponpes Raudhatul Ulum (PPRU), Tahun 1902, KH Siraj, putra KH Ishaq mendirikan Ponpes Wetan Banon yang kemudian dikenal dengan Ponpes Salafiyah yang kemudian dilanjutkan oleh KH Baidhowi Siroj. Penamaan Kulon atau wetan banon ini didasarkan atas posisinya dari komplek pesarean Mbah Mutamakkin yang dikelilingi tembok besar (banon).

Sekitar tahun 1910, K.H Abdussalam (Mbah Salam), saudara Mbah Nawawi, mendirikan pesantren di bagian Barat Desa Kajen yang dinamakan Popes Pologarut. Dalam perkembangannya menjadi Ponpes Maslakhul Huda Polgarut Putra (PMH Putra) dan Polgarut Selatan (PMH Pusat).

Murid dari Mutamakkin sangat banyak  di antranya :
1.       Ronggokusumo ( dimakam di desa Ngemplak Kidul  Kec. Margoyoso  Pati )
2.       Mizan ( dimakam di desa Margotuhu Kidul Kec. Margoyoso Pati )
3.       Shaleh ( dimakam di desa Kajen Kec. Margoyoso Pati ).

Ronggokusumo putra kiai ageng Meruwut, yang masih keponakan Mutamakkin. Dia ditugaskan di Ngemplak dan wafat di desa tersebut.

Peninggalan Arkeologis :

1.       Pesarean ( makam ) Mutamakkin ( di Kajen Margoyoso Pati ).
2.       Masjid dan mimbar masjid Jami’ Kajen ( di Kajen Margoyoso Pati ).
3.       Sumur Mutamakkin ( di Bulumanis lor Margoyoso Pati ).
4.       Piring Mutamakkin ( disimpan di pesarean Kajen Margoyoso Pati ).


Sumur Mutamakkin saat ini :

                Keberadaan sumur Mutamakkin di desa Bulumanis Lor ,dulunya sewaktu penulis masih anak-anak ,bukan sumur yang lazim kita temui pada umumnya, melainkan sudah berubah menjadi sebuah “ blumbang “ ( telaga kecil ) yang dikanan kirinya ditumbuhi pohon sagu dan aneka vegetasi lain yang tumbuh sangat lebatnya, didalamnya dihuni beberapa ekor ular yang cukup besar, kecuali itu didalam telaga hiduplah beberapa ikan yang oleh masyarakat sekitar tidak berani mengambilnya meskipun ikan tersebut besar-besar, terutama jenis ikan gabus/Kutuk karena takut berhadapan dengan ular-ular tersebut. Dan warga sekitar bila ingin  mengambil air sumur biasanya mengambil di selokan/sungai kecil yang memuat limpasan air dari sumur tersebut.

                Pada sekitar tahun 1977 oleh Kiyai Ahmad Fahrurrozy (Alm) dan Kiyai Durri Nawawi (Alm)( keduanya dari desa Kajen ) dan masyarakat desa Bulumanis lor,  sumur Mutamakkin yang semula berupa blumbangan dipugar besar-besaran dengan melibatkan beberapa mesin pompa air dan beberapa tukang tebang pohon. Kesempatan ini dipakai warga setempat untuk ikut memanen ikan gabus/kutuk yang selama itu tidak pernah tersentuh oleh masyarakat, dari hasil panen ikan tersebut mendapat sejumlah ikan 6 tolok ( tolok adalah keranjang ikan yang memuat ikan sekitar 50 Kg ). Kemudian dari blumbangan tersebut dibangun bentuk tembok melingkar dengan diameter 3 meter dan tinggi tembok sekitar 80 cm.
 Musholla Al-Mutamakkin sebagai penanda perjuangan Mutamakkin

                Tidak hanya sumur yang dibangun, tepat setahun setelah bangunan sumur, oleh warga desa Bulumanis lor diareal sebelah barat sumur dibangun musholla dengan nama “ Musholla Al-Mutamakkin “ sebagai perwujudan napak tilas dan meneladani perjuangan beliau Mutamakkin.  setelah mengalami kemajuan kunjungan wisatawan dari berbagai wilayah dan demi terciptanya privasi peziarah yang kepingin mandi di sumur Mutamakkin. Maka bangunan sumur yang telah  berumur kurang lebih 35 tahun mengalami pemugaran yeng ke tiga, kini wajah sumur Mutamakkin tidak lagi butut, melainkan telah “ bersolek “ bagai gadis yang ingin dipinang.

                Sumur Mutamakkin kini telah menjadi agenda tetap para peziarah yang ingin napak tilas Mutamakkin, sumur yang dulu sepi tak satupun yang berani masuk, kini telah menjadi berkah bagi masyarakat setempat dan umumnya wisatawan yang datang dari berbagai wilayah. Sumur yang kini di juru kunci oleh K. Muntari ( sekaligus nadlir pesantren Al-Mutamakkin ) ramai dikunjungi peziarah yang sekedar melihat atau mandi bahkan ada yang mengambil air sumur sebagai obat dan “ ngalap berkah / mengambil kebaikan “ dari Mutamakkin.

Mitos :
               
Sebagai obat :

                Belum ada penyelidikan dan penelitian secara medis selama ini tentang kandungan air sumur Mutamakkin, namun keberadaannya kadung dipercaya sebagai obat oleh masyarakat. Tak heran orang yang berpenyakitan kulit dan penyakit yang lain banyak yang ikut mandi dengan tujuan mendapat kesembuhan dari keramatnya Mutamakkin. Tak hanya itu wisatawan dan peziarah banyak yang mengambil air sumur dalam jerigen untuk dibawa pulang, sekedar memandikan orang sakit di rumah yang tak mampu datang ke sumur Mutamakkin.
 Interior sumur Mutamakkin dikhususkan bagi peziarah yang ingin mandi

                Berdasarkan  pantauan penulis dan hasil wawancara dengan juru kunci sumur  K. Muntari, wisatawan yang membawa air sumur untuk dibawa pulang rata-rata adalah wisatawan dari kota lain semisal Grobogan, Kudus, Demak, Jepara, Semarang, Rembang, dan kota-kota lain di Jawa Tengah. Untuk kasus yang satu ini air sumur sebagai obat penulis pahami, di budaya kita utamanya di lingkungan Nahdliyin yang namanya “ ngalab berkah “ dan menganggap benda dari orang sholih dipercaya mempunyai kekuatan magis masih sangat di percaya sampai sekarang, tidak heran air sumur Mutamakkin dipercaya menyembuhkan. Wallahu a’lam.

Mengharapkan kekayaan :

                Banyak wisatawan dan peziarah bila datang ke sumur Mutamakkin melempar koin recehan ke dalam sumur, mereka percaya  akan dimudahkan rizqinya. Tak heran dari jepretan kamera penulis di dasar sumur Mutamakkin terdapat banyak uang koin recehan yang di lempar ke sumur. Sehingga gejala yang menjurus perilaku syirik ini sudah diwanti-wanti juru kunci sumur untuk tidak melempar uang koin ke dalam sumur dengan dalih apapun.
 Tampak koin recehan yang di lempar dalam sumur

Gampang jodoh :

                Dilingkungan masyarakat tertentu terutama wanita yang tidak laku-laku ada semacam kepercayaan bila mandi di sumur Mutamakkin akan mudah mendapatkan jodoh.

Sebagai penglaris :

                Sumur Mutamakkin oleh kalangan penjaja seks komersial ( psk ) dapat dijadikan penglaris, ini dipercaya dan kerap pada malam tertentu banyak psk yang turut mandi di sumur Mutamakkin.

Fakta :

Pantangan jadi nelayan :

                Berdasar hasil wawancara penulis dengan Suharto ( Sekdes Bulumanis lor ) dapatlah di lihat, berdasar sensus penduduk tahun 2010 dan jumlah penduduk desa Bulumanis lor per Desember 2011, jumlah penduduk desa Bulumanis lor berjumlah 2518 jiwa, dari usia produktif profesi penduduk :

·         Petani tambak / sawah                                                        10 %
·         Buruh Tani                                                                          40 %
·         Jasa                                                                                     20 %
·         Dagang                                                                                 5 %
·         Guru / Ustad                                                                        1 %
·         Nelayan                                                                                -  %
·         Lainnya                                                                              24 %

Dari jumlah prosentase diatas profesi nelayan nihil, ada  anggapan yang beredar sejak turun temurun di masyarakat Bulumanis lor bahwa menangkap ikan di laut ( nelayan ) sangatlah tidak menghargai jasa ikan ( ikan Mladang ) yang telah berjasa menyelamatkan Mutamakkin. Untuk itu jadi nelayan merupakan sebuah pantangan, kalaupun makan ikan laut itu bukan dicari dari laut melainkan membeli di pasar.

Khoul Mutamakkin di Bulumanis lor :

                Setiap tanggal 10 bulan Syuro, di desa Kajen diadakan Khoul Mutamakkin, dengan rentetan acara dan ritual buka dan ganti luwur, lelang luwur, tahtiman Al-Quran, tahlil umum, dan manaqib penutup yang nasi syukurannya ditaruh dalam wadah piring peninggalan Mutamakkin. Di Bulumanis lor juga ada acara Khoul Mutamakkin yang jatuh pada tanggal 15 Syuro setiap tahunnya, dengan acara dan kegiatan yang di pusatkan di pesantren Al-Mutamakkin, dalam acara khoul tersebut diadakan tahtiman Al-Quran bil-ghoib dan bin-Nadzor, pengajian umum, tahlil umum dan acara syukuran yang bertujuan napak tilas dan meneladani perjuangan beliau Mutamakkin.